Kamis, 28 Agustus 2014

Gaya berpakaian dan fashion dalam pandangan Kristen


 

    Zaman didunia ini menunjukkan kedinamisannya. Tidak hanya dalam hal teknologi dan komunikasi, tetapi juga mewabah dalam hal berpakaian. Hasil peradaban manusia inipun menunjukkan perubahannya. Mulai dari aksesoris dan model yang menghiasi pakaian hingga mode pakaian yang serba minim. Tak hayal model berpakaian yang serba minim ini sering menunjukkan ‘aurat’ pemakainya. Sayangya, belakangan ini semakin banyak budaya barat dengan model pakaian yang tidak segan-segan memamerkan bagian tubuhnya. Padahal budaya barat ini kerap kali diidentikan dengan kekristenan. Banyak aktor-artis yang ‘ngakunya’ Kristen tapi berani berpakaian terbuka tidak hanya di infotaiment atau acara-acara TV lainnya bahkan didepan umum. Sebuah fenomena dimana memamerkan bagian tubuh tertentu dengan pakaian minim bukan lagi suatu hal yang aneh
    Hal ini cukum mengusik saya untuk mengerti dengan benar tentang cara berpakaian menurut Alkitab khususnya wanita, karena banyaknya wanita yang tidak hanya berpergian ke tempat umum, jalan-jalan dengan teman saja, tetapi ke gereja juga dengan pakaian minim. Saya pernah diskusi dengan teman “sepupu” kita , menurut dia, dalam kitabnya tertulis dengan jelas aturan berpakaian. Banyak kaum muslim bangsa ini menganggap budaya barat identik dengan pengumbaran aurat wanita, dan kekristenan dianggap merupakan penyebab munculnya budaya tersebut. Apakah benar demikian? Mari telusuri bersama-sama.
     Pertama-tama yang harus diketahui bahwa Alkitab jelas-jelas melarang perzinahan maupun pornografi. Ayat-ayat berikut ini merupakan buktinya.
     Kejadian 9:20-27. Di sini dikisahkan tentang Nuh yang mabuk dan tertidur dengan telanjang, lalu Ham melihat aurat Nuh tersebut dan menceritakan pada kedua saudaranya (Sem dan Yafet). Lalu Sem dan Yafet masuk dan menutupi aurat Nuh sambil memandang ke arah lain supaya tidak melihat aurat Nuh. Ketika Nuh terbangun dan mengetahui apa yang terjadi, ia mengutuk Ham karena perbuatannya itu, dan memberkati Sem dan Yafet atas perbuatannya.
     Keluaran 20:14 “Jangan Berzinah”. Ini ayat yang cukup singkat, namun dalam aplikasinya di agama Yudaisme/Yahudi, peraturan ini mempunyai cakupan yang sangat luas, mengatur berbagai hal-hal yang berkaitan dengan pornografi, seks, perzinahan dan sebagainya.
       Matius 5:27-28 “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.”
Dari ayat-ayat tersebut, sudah jelas bahwa Kristen melarang perzinahan maupun pornografi. Namun, konsep Kristen mengenai aurat tubuh memiliki perbedaan dibanding konsep Islam. Saya akan mencoba menjelaskannya.
     Dalam Kristen, di Kejadian 1-2, disebutkan jelas bahwa manusia merupakan gambar Allah, ciptaan  yang paling mulia. Manusia diciptakan dengan begitu indah dan begitu sempurna oleh Allah, berbeda dibanding binatang-binatang lain. Tiap lekuk tubuh manusia diciptakan dengan begitu sempurna dan begitu indah, serupa gambar Allah sendiri. Coba bayangkan, seandainya saja kulit manusia diciptakan serupa kulit gajah, bagus tidak? Seandainya leher manusia diciptakan serupa leher jerapah, bagus tidak?
   1 Korintus 11:7 “Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah.” Manusia diciptakan secara unik dan indah oleh Allah. Manusia merupakan gambar Allah yang menyinarkan kemuliaan Allah. Itulah sebabnya Adam dan Hawa tidak merasa malu sekalipun mereka telanjang bulat di taman eden.
    Namun satu hal lagi yang perlu dicatat adalah: gambar Allah tersebut telah rusak sejak manusia jatuh dalam dosa. Itulah sebabnya Adam dan Hawa tidak menjadi malu setelah mereka jatuh dalam dosa: mereka menutupi tubuh mereka, gambar Allah yang telah rusak tersebut, dengan daun tumbuhan. Jadi di satu sisi, tubuh manusia ini merupakan gambar Allah, yang menyinarkan kemuliaan Allah. Namun di sisi lain, gambar Allah ini telah rusak oleh dosa. Ini bisa diibaratkan seperti keindahan alam. Di satu sisi kita masih bisa melihat keagungan Allah ketika menyaksikan keindahan alam di gunung bromo misalnya. Namun di sisi lain, ada juga alam yang telah rusak mengerikan, seperti gurun sahara misalnya.
    Jadi dalam konsep Kristen, kita masih bisa melihat “sisa-sisa” keindahan gambar Allah melalui keindahan tubuh manusia. Namun karena gambar Allah ini telah rusak, akibatnya seringkali tubuh manusia itu memicu hal-hal yang salah, atau memicu dosa, misalnya dosa pornografi atau perzinahan.

 

Karena itu, Kekristenan memiliki konsep yang paling moderat mengenai tubuh wanita: wanita boleh “memamerkan” keindahan tubuhnya, misalnya dalam fashion show atau peragaan busana atau dalam dunia modeling. Namun mengingat tubuh ini sudah rusak oleh dosa, memperlihatkan keindahan tubuh tersebut juga tidak boleh berlebihan karena itu akan memicu pornografi. Jadi kalau wanita memakai tank top atau memakai bikini, itu sah-sah saja menurut Kristen. Namun kalau telanjang bulat, bugil, memperlihatkan alat kelamin, atau membuat film porno, itu tidak boleh.
Ibarat senar biola. Jika senar biola terlalu kendor, senar tersebut tidak akan bisa menghasilkan bunyi saat digesek. Namun jika senar biola tersebut terlalu dikencangkan, senar tersebut akan putus. Jadi senar tersebut tidak boleh terlalu kendor dan tidak boleh terlalu kencang.
Sayangnya, budaya barat memegang paham liberal berperan dalam kemajuan fashion terutama gaya berpakaian, cenderung memiliki gaya atau model berpakaian yang lebih ke arah “memamerkan” tubuhnya, apalagi bangsa barat notabene bermayoritas beragama Kristen. Sehingga, Kristen tidak lepas atas tuduhan menyebarkan budaya liberalisme, umbar aurat, bahkan pornografi dan seks bebas.
Sebenarnya prinsip yang paling mendasar dalam cara kita berpakaian adalah sikap penghargaan terhadap tubuh kita, yang diciptakan Tuhan amat baik adanya (lih. Kej 1:31). Rasul Paulus mengingatkan bahwa ‘tubuh itu bukan untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan’ (1 Kor 6:13) oleh karena itu, kita selayaknya melihat tubuh ini bukan sebagai obyek kesenangan mata, tetapi sebagai ciptaan Tuhan yang mulia, sebab tubuh kita adalah bait Allah:
“… tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor 6:19- 20).
Dengan demikian, tubuh kita merupakan cerminan jiwa: apa yang kita hayati di dalam jiwa kita, terpancar ke luar dengan cara bagaimana kita bersikap dengan tubuh kita.
Nah, hal berpakaian sopan/ bersahaja, itu berkaitan dengan prinsip dasar ini. Kitab Suci lebih lanjut menyebutkan beberapa prinsip selanjutnya tentang hal berpakaian yang tidak dapat dilepaskan dengan perbuatan baik lainnya:
“Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah.” (1 Tim 2:9-10)
“Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya…” (1 Pet 3:5)
Sepanjang pengetahuan saya, tatacara dan ukuran berpakaian umat secara umum tidak disebutkan di dalam Kitab Suci. Namun prinsip dasarnya diajarkan, yaitu kita harus menghargai tubuh kita, dan memperlakukannya sebagai milik Tuhan, sebab kita telah ditebus oleh-Nya.
Patut disayangkan memang, banyak orang (terutama wanita) tidak berpakaian yang layak/sopan, tidak hanya didepan khayalak umum seperti di mall, pusat perbelanjaan, dan tempat-tempat lainnya bahkan pada saat mereka sedang beribadah di gereja.
Karena itulah sudah seharusnya kita anak-anak Allah menjaga tubuh kita sebagai “bait Allah” dangan kesopanan dalam berpakaian. Jika kita dapat berpakaian dengan sopan untuk pergi ke sekolah, berkuliah, hendak bertemu guru atau dosen, atau hendak pergi ke kantor, mengapa kita berpakaian seadanya jika kita hendak bertemu dengan Tuhan Allah yang Maha Tinggi dalam ibadah Minggu? Sudah seharusnya kita sebagai orang-orang Kristen dapat memberikan teladan dengan berpakaian sopan dan pantas, layak untuk dilihat semua orang, sehingga dengan begitu keta memuliakan Allah kita dengan cara berpakaian kita.


 Mulai dengan pemikiran “Apakah dengan pakaian ini aku semakin memuliakan Allah atau malah mempermalukan Allah?”  “Apakah dengan pakaian ini aku memancarkan terang Kristus atau justru sebaliknya?” ingat dimanapun kita berada kita harus tetap memancarkan terang Kristus supaya mereka yang melihat  juga dapat menyaksikan kasih dan terang Kristus melalui dirimu dan cara berpakaianmu
Selanjutnya, jika kita sudah berusaha berpakaian dengan sopan, sudahkah juga kita mengendalikan diri dalam bersikap dengan tubuh kita, dengan tutur kata dan dengan pikiran kita? Sebab kebajikan kemurnian menyangkut tidak saja yang terlihat dari luar, tetapi juga yang ada di dalam hati.



Dari berbagai sumber dengan perubahan