Selasa, 12 April 2016

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA I
PERBANYAKAN VEGETATIF


Disusun Oleh :
Dedy Kristiawan ( 12878 )
Rizky Fajar Aji P. ( 12880 )
Whisnu Agung ( 12915 )
Andi Johan ( 12922 )
Irna Surya Bidara ( 12937 )
Cinari H Sinamo   ( 13048 )

GOL/KEL : A4/6
Asisten : Adwitya Handriawan
  Galuh Asrinda Titi M.
  Septin Kristiani

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA I
PERBANYAKAN VEGETATIF

TUJUAN
Mengetahui prinsip-prinsip dasar perbanyakan tanaman secara vegetatif.
Menguasai teknik-teknik perbanyakan tanam secara vegetatif.

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam dunia pertanian dikenal dua model perbanyakan tanaman, yakini secara vegetatif dan secara generatif. Perbanyakan generatif (seksual) dilakukan dengan penyemaian biji. Sementara itu, perbanyakan dengan cara vegetatif (aseksual) dilakukan dengan cara stek, okulasi, cangkok, sambung dan pemisahan anakan (Santosa, 20008). Perkembangbiakan atau perbanyakan tanaman biasanya dilakukan secara vegetatif. Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan biji, hasil yang didapat (anakan) akan banyak menyimpang dari sifat indukannya. Penyimpangan dari induknya akan dapat diminimalisir dengan perbanyakan secara vegetatif (beckett and gallagher, 1988).
Kelebihan bibit dari hasil perbanyakan vegetatif adalah (Tambing dkk, 2008) :
Diperoleh individu dengan sifat unggul lebih banyak, misal batang bawah (stock) yang unggul perakaranya disambung dengan batang atas (stock) yang unggul produksi buahnya,
Umur berbuah lebih cepat,
Aroma dan cita rasa buah tidak menyimpang dari sifat unggul induknya.
Teknik perbanyakan vegetatif seperti okulasi (penyambungan) dapat digunakan dalam hubungannya dengan studi lapangan, untuk memisahkan pengaruh relatif dari usia dan ukuran pada metabolisme pohon dan pertumbuhan (Mencuccuni et al, 2006). Okulasi adalah memindahkan sebuah mata tunas ke pangkal bawah tanaman lain yang sejenis (famili) untuk memperoleh tanaman yang mempunyai sifat gabungan antara kedua tanaman induk (Jumin,2002).
Perbanyakan tanaman dengan cara penyambungan merupakan teknik perbanyakan yang mahal karena memerlukan banyak tenaga terlatih dan waktu. Teknik ini dipilih dengan pertimbangan untuk memperbanyak tanaman yang sukar/tidak dapat diperbanyak dengan cara stek, perundukan, pemisahan, atau dengan cangkok (Latief, 2010).
Stek ialah bagian dari tubuh tanaman yang dipotong seperti akar, batang dan daun yang mampu membentuk akar dengan cepat bila ditanam. Perbanyakan dengan cara stek ini umumnya dilakukan untuk mempertahankan klon tanaman unggul dan juga mempercepat perbanyakan tanaman. Stek ada bermacam-macam antara lain : Stek batang dan stek daun. Stek batang berasal dari batang tanaman yang masih muda atau dari batang tanaman yang cukup tua (Anonim, 1990)


METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-dasar Agronomi Acara I yang berjudul Perbanyakan Vegetatif dilaksanakan di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2013. Bahan yang digunakan dalam praktikum antara lain tanaman puring (Codiatum variegatum), tanaman lidah mertua (Sanciviera sp.), dan tanaman jeruk (Citrus sp). Dalam praktikum juga digunakan alat-alat yaitu polybag, tali (karet gelang), plastik, gunting, ember, plastik pembungkus, kertas label, dan cetok.
Ada 3 macam perbanyakan vegetatif yang dilaksanakan dalam praktikum kali ini, yaitu sambung pucuk, , stek batang dan stek daun. Perbanyakan yang pertama dilakukan adalah dengan metode sambung pucuk. Pada metode ini digunakan tanaman Codiatum variegatum yang batangnya sama besar, yang berdaun kecil untuk scion dan yang berdaun besar untuk stock. Bagian pucuk scion dipotong 10 – 15 cm tergantung pada besarnya cabang, daun scion yang ada dikurangi. Bagian pangkal scion dipotong membentuk huruf  “V“. kemudian bagian stock dibelah kebawah ( pada bagian bawah batang ) sepanjang 1 – 2 cm tergantung pada besarnya cabang. Lalu scion disisipkan kedalamn stock, kemudian diikat dengan tali ( tidak boleh terlalu kuat ataupun kendur ). Setelah itu dibungkus dengan plastik untuk mengurangi transpirasi pada scion. Metode yang kedua adalah Stek Batang. Mula-mula Tanaman Citrus sp disiapkan dengan panjang kira – kira 10 – 15 cm dengan satu daun yang disisakan, kemudian bagian pangkal dipotong dengan sudut 450 . setelah itu ukuran luas daun dikurangi dengan cara dipotong hingga tinggal setengah bagian. Bahan stek dicelupkan kedalam larutan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) IBA 2000 ppm, kedalam air kelapa 50% dan air ke dalam air. Masing-masing perlakuan dicelupkan selama 15 menit.  Kemudian media tanam disiapkan dan bahan tanaman yang berupa stek tadi dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah dibuat. Polibag yang telah ditanami dimasukan ke dalam sungkup. Tanaman dipelihara agar media tanam selalu berada dalam kapasitas lapangan dan sungkup harus dalam keadaan tertutup rapat. Keberhasilan penyetekan di periksa satu bulan kemudian. Stek yang hidup ditandai dengantumbuhnya tunas daun dan munculnya akar.  Pengaruh pemberian ZPT dibandingkan terhadap keberhasilan stek dengan variable panjang akar dan panjang tunas.Metode yang terakhir adalah Stek Daun. Mula – mula disiapkan daun Sansiviera sp dan media tanah untuk media tumbuhnya. Setelah itu daun dipotong menjadi 3 bagian, yaitu potongan ujung, tengah dan pangkal. Setelah semuanya dilakukan, bagian stek daun ditanam kedalam media yang telah disiapkan sebelumnya. Bagian yang ditanam adalah bagian pangkal dari setiap potongan. Untuk mempercepat pertumbuhan, media tanah tersebut harus sering disiram.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Tabel Keberhasilan Perbanyakkan Vegetatif
Perlakuan Persentase Keberhasilan Jumlah Akar Panjang Akar
Stek Batang A Gagal - -
B Gagal - -
C Gagal - -
Stek Daun Ujung Gagal - -
Tengah Berhasil 1 0,5 cm
Pangkal Berhasil 6 1,16
Sambung Pucuk A Gagal - -
B Gagal - -

Pembahasan
Perbanyakan secara seksual atau generatif adalah proses perbanyakan dengan menggunakan salah satu bagian dari tanaman, yaitu biji. Biji adalah organ tanaman yang terbentuk setelah terjadinya proses fertilisasi (menyatunya/ meleburnya gamet jantan dan gamet betina). Biji dapat dianggap sebagai tanaman mini karena di dalamnya sudah terdapat bagian-bagian tanaman yang tersusun dalam massa yang kompak.
Salah satu tujuan perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji adalah untuk memperoleh sifat-sifat baik tanaman, seperti akar yang kuat, tahan penyakit, dll. Perbanyakan secara generatif ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-kelebihannya diantaranya adalah (1) sistem perakarannya kuat, (2) masa produktif lebih lama, (3) lebih mudah diperbanyak, (4) tahan penyakit yang disebabkan oleh tanah, dan (5) memiliki keragaman genetik yang digunakan untuk pemuliaan tanaman. Sedangkan kekurangan dari perbanyakan ini adalah (1) waktu berbunga lebih lama, (2) anakan berbeda dengan induknya, tidak cocok untuk perbanyakan yang membutuhkan keseragaman.
Perbanyakan tanaman dengan biji (generatif) terutama dilakukan untuk penyediaan batang bawah yang nantinya akan diokulasi atau disambung dengan batang atas dari jenis unggul. Perbanyakan dengan biji juga masih dilakukan terutama pada tanaman tertentu yang bila diperbanyak dengan cara vegetatif menjadi tidak efisien (tanaman buah tak berkayu). Keunggulan tanaman ini digunakan sebagai batang bawah adalah karena memiliki batang yang kokoh dan tahan penyakit tular tanah. Tanaman-tanaman yang sudah dikembangkan sebagai batang bawah di antaranya adalah karet, durian, jeruk, dan alpukat.
Perbanyakan secara aseksual atau vegetatif adalah proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tertentu dari tanaman seperti, daun, batang, ranting, pucuk, umbi dan akar untuk menghasilkan tanaman baru yang sama dengan induknya. Prinsip dari perbanyakan vegetatif adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, dan daun sekaligus.
Keunggulan perbanyakan dengan system ini antara lain adalah (1) menghasilkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan induknya, (2) tanaman lebih cepat berbunga dan berbuah, dan (3) dapat menggabungkan berbagai sifat yang diinginkan. Sedangkan kelemahan dari perbanyakan ini adalah (1) membutuhkan pohon induk yang lebih besar dan lebih banyak (2) akar tanaman (anakan) kurang kokoh, sehingga mudah rebah, (3) masa produktif singkat, dan (4) membutuhkan biaya yang mahal.
Beberapa cara perbanyakan secara vegetatif tidak dapat diterapkan pada semua jenis tanaman, misalnya cangkok yang hanya bisa dikembangkan pada tanaman yang memiliki kambium. Perkembangan dengan Stek pada umumnya dilakukan pada tanaman dikotil, pada monokotil masih jarang , namun pada beberapa tanaman seperti asparagus dalam kondisi terkontrol dapat dilakukan. Perbanyakan tanaman dengan vegetative dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu stek, cangkok, tempel (budding), sambung (grafting), dan juga perbanyakan modern seperti kultur jaringan. Perbanyakan tanaman dengan stek pun beragam, seperti stek batang, stek bertunas daun, stek daun, stek akar, stek mata, stek umbi ( meliputi umbi lapis, umbi palsu, umbi batang, umbi akar dan akar batang).
Sambung pucuk yaitu cara penggabungan dua potong jaringan hidup tanaman sehingga dapat menyatu kemudian akan tumbuh dan berkembang sebagai satu tanaman utuh. Dalam proses sambung pucuk diperlukan scion yang akan membentuk tajuk (daun, ranting, dan batang) dan stock yang akan menjadi bagian pangkal atau perakaran tanaman. Stock haruslah tanaman yang sudah diketahui memiliki sistem perakaran yang baik dan kuat.  Scion yang diambil adalah tanaman yang sudah diketahui sifat-sifat baiknya (ukuran buah besar, manis, bebas dari virus, dll)  Untuk tanaman buah atau tanaman yang sulit dikembangbiakkan dengan cara lain, penyusuan merupakan cara yang paling cocok. Sambung pucuk dilakukan dengan cara menyambung 2 buah batang yang sama besar yang telah disayat miring dan diikat sampai kira-kira 3 minggu setelah itu ikatannya bisa dilepas dan dilihat apakah berhasil.
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar.
Stek batang adalah cara perbanyakan vegetatif dengan menggunakan. Bahan awal perbanyakan berupa batang tanaman. Stek batang dikelompokkan menjadi empat macam berdasarkan jenis batang tanaman, yakni: berkayu keras, semi berkayu, lunak, dan herbaceous.
Bahan tanaman yang biasa diperbanyak dengan stek batang berkayu keras antara lain: apel, pear, cemara, jeruk dan lain-lain, dengan perlakuan kimia IBA atau NAA 2500 – 5000 ppm. Panjang stek berkisar antara 10 – 76 cm. Stek batang semi berkayu, contohnya terdapat pada tanaman jeruk (Citrus sp). dengan perlakuan kimia yang sudah umum yaitu IBA dan NAA 1000 – 3000 ppm dan panjang stek 25 – 45 cm. Pada stek batang semi berkayu ini, daun-daunseharusnya dikurangi untuk mengendalikan transpirasi. Disamping itu, pelukaan sebelumnya mungkin dapat membantu pengakaran. Untuk stek batang berkayu lunak, contohnya terdapat pada tanaman Magnolia dengan perlakuan IBA atau NAA 500 – 1250 ppm dan panjang stek 7,5 – 12,5 cm. Pada stek batang berkayu lunak ini umumnya akar relatif cepat keluar (2 – 5 minggu).
Bahan awal perbanyakan yang dapat digunakan pada stek daun dapat berupa lembaran daun atau lembaran daun. Bahan awal pada stek daun tidak akan menjadi bagian dari tanaman baru. Akar dan tunas baru pada stek daun berasal dari jaringan meristem primer atau meristem sekunder. Pada tanaman Bryophyllum, akar dan tunas baru berasal dari meristem primer pada kumpulan sel-sel tepi daun dewasa, tetapi pada tanaman Begonia rex, Saint paulia (Avrican violet), Sansevieria, Crassula dan Lily, akar dan tunas baru berkembang dari meristem sekunder dari hasil pelukaan. Pada beberapa species seperti Peperomia, akar dan tunas baru muncul dari jaringan kalus yang terbentuk dari aktivitas meristem sekunder karena pelukaan. Masalah pada stek daun secara umum adalah pembentukan tunas-tunas adventif, bukan akar adventif. Pembentukan akar adventif pada daun lebih mudah dibandingkan pembentukan tunas adventif (Hartmann, et al, 1997).
Secara teknis stek daun dilakukan dengan cara memotong daun dengan panjang 7,5 – 10 cm (Sansevieria) atau memotong daun kemudian ditanam pada media tanam. Stek daun juga dapat dilakukan dengan membagi 3 daun menjadi bagian ujung, bagian tengah dan bagian pangkal. Untuk Begonia dan Violces, perlakuan kimia yang umum dilakukan adalah penyemprotan dengan IBA 100 ppm.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan nutrisi tanaman yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan merangsang dan mengadakan modifikasi secara kwalitatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada praktikum ini digunakan larutan IBA (indolebutyric acid) yang dalam bahasa Indonesia disebut Asam Indol Butirat. Hormon IBA adalah salah satu hormon yang termasuk dalam kelompok auksin. Selain dipakai untuk merangsang perakaran, hormon IBA juga mempunyai manfaat yang lain seperti menambah daya kecambah, merangsang perkembangan buah, mencegah kerontokan, pendorong kegiatan kambium, dan lain-lainnya. Berikut struktur dari IBA :
Tujuan pencelupan batang ke dalam IBA 4000 ppm adalah sebagai perlakuan dengan zat pengatur tumbuh. Sementara itu, batang lain tidak diberi perlakuan dengan IBA karena berfungsi sebagai kontrol. Saat penanaman, polaritas harus diperhatikan. Ujung proksimal (bagian yang paling dekat dengan mahkota tanaman) harus berada di atas, sedangkan ujung distal (bagian yang jauh dari mahkota) berada di bawah.

Gambar 3.1. Keberhasilan Stek Batang dan Sambung Pucuk

Hasil pengamatan keberhasilan stek batang dan sambung pucuk menunjukkan hasil bahwa baik sambung pucuk maupun stek batang mengalami kegagalan.
Hasil yang diperolah dari percobaan yang dilakukan adalah sambung pucuk mengalami kegagalan dimana semua ulangan tidak ada yang berhasil.  Kegagalan dalam perlakuan sambung pucuk ditunjukkan dengan indikasi bahwa bagian scion layu, daun yang berwarna kekuningan atau gugur, dan tidak munculnya tunas baru. Sambung pucuk yang berhasil menunjukkan tumbuhnya tunas daun baru dan hasil sambungan antara scion dan stock  mulai terbentuk. Adanya kegagalan dapat disebabkan oleh hal-hal yang seharusnya diperhatikan dalam melakukan sambung pucuk tidak diperhatikan oleh praktikan seperti cara pemasangan scion dan stock, perawatan yang diperlukan oleh tanaman tidak dipernuhi seperti kebutuhan air, sambungan terkena cahaya matahari langsung, dan pemotongan pada bagian scion dan stock yang berulang-ulang. Sambungan yang terkena cahaya matahari langsung akan mengalami transpirasi, padahal air dibutuhkan oleh sel-sel untuk beregnerasi. Pemotongan pada scion dan  stock yang berulang akan menyebabkan luka yang semakin. Kegagalan juga dapat diakibatkan karena kambium pada ujung scion dan stock tidak tersambung atau juga bisa disebabkan karena teknik penyambungan yang salah dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak memungkinkan. Selain itu, pisau yang digunakan juga kurang bersih mungkin sudah terkontaminasi dengan zat lain sehingga pada saat melakukan pemotongan kondisi scion maupun stock menjadi tidak steril (terkontaminasi). Syarat tumbuh yang tidak terpenuhi juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kegagalan.
Pengamatan percobaan menunjukkan bahwa teknik stek batang mengalami juga kegagalan. Keberhasilan pada stek batang ditunjukan dengan munculnya tunas daun baru pada bahan stek dan munculnya akar. Dalam pengamatan yang dilakukan sebenarnya stek batang yang dilakukan tidak layu, itu dapat dilihat dari muncumnya tunas daun baru. Tetapi hal tersebut tidak dapat menunjukan bahwa stek batang yang dilakukan berhasil karena sistem perakaran tidak muncul. Dalam teori menunjukkan perlakuan dengan IBA 2000 ppm seharusnya menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi karena IBA adalah zat pembantu tumbuh yang berkerja seperti hormon auksin pada tumbuhan. Hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan teori dapat disebabkan karena banyak faktor, seperti perlakuan yang dilakukan oleh praktikan, sifat genetis batang yang memang sulit hidup, dan pencelupan IBA 2000 ppm yang kurang lama. Bahan stek yang digunakan oleh praktikan berbeda-beda, sifat dan ketahanan yang dimiliki oleh tiap batang juga berbeda. Dengan sifat yang berbeda ini, maka ada yang tahan sebagai bahan stek dan ada yang tidak tahan bahan stek. Pencelupan IBA 2000 ppm yang kurang lama menyebabakan bahan stek tidak cukup mendapat asupan IBA.

Keberhasilan Stek Daun


    Pada stek daun yang menggunakan daun Sanciviera sp. yang mengalami keberhasilan hanyalah pada bagian stek daun yang menggunakan pangkal daun dan ujung daun.Pada stek yang menggunakan tengah daun jumlah akarnya hanya ada 1 dan panjang akarnya 0,5cm.Pada stek yang menggunakan pangkal daun terdapat enam akar yang panjangnya 1,16cm.Pada stek yang menggunakan ujung daun mengalami kegagalan karena akar tidak tumbuh.



Gambar 3.2. Tingkat keberhasilan stek daun pada berbagai bagian

Dibandingkan dengan stek batang, tingkat keberhasilan pada stek daun lebih tinggi. Penyebabnya adalah karena tanaman yang digunakan berbeda. Tanaman Sanciviera sp. terbiasa dalam keadaan suhu yang ekstrim, yaitu pada siang hari 55°C dan pada malam hari 10°C. Curah hujan tanaman Sanciviera sp. agar dapat tumbuhan secara optimum adalah 250 mm/ tahun. Jumlah ini tergolong rendah. Bahan stek diletakkan di bawah meja sehingga jumlah matahari yang diterima bahan stek tidak terlalu banyak. Dengan perlakuan jumlah air yang berlebih menyebabkan jumlah air yang diterima bahan stek terlalu banyak yang nantinya akan menyebabkan bahan stek membusuk. Jumlah cahaya matahari yang sedikit juga mendukung untuk terjadinya pembusukkan pada bahan stek karena tidak ada evaporasi terhadap jumlah air yang berlebih. Keadaan yang tidak mendukung terhadap syarat tumbuh Sanciviera sp.menyebabkan tingkat keberhasilannay di bawah stek batang.
Pada stek yang dilakukan di bagian ujung mengalami kegagalan karena letaknya yang jauh sehingga cadangan makanan yang dibawa pada bagian ujung lebih sedikit daripada bagian pangkal atau tengah. Cadangan makanan menjadi penting karena pada masa awal stek, tanaman tidak memiliki sumber makanan selain cadangan makanan. Karena cadangan makanan yang sedikit dan akan cepat habis membuat stek pada bagian ujung tidak mendapat pasokan optimum bahan makanan untuk dapat meregenerasi bagian tubuhnya yang hilang.
Faktor lingkungan juga mempengaruhi keberhasilan perbanyakkan vegetatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ada suhu, intensitas  cahaya matahari, media yang digunakan, dan  ketersediaan air. Semua ini tergantung pada kebutuhan tanaman masing-masing untuk tumbuh optimum. Keberhasilan perbanyakkan vegetatif pada tanaman tertentu akan berhasil akan tinggi ketika syarat-syarat tumbuhnya dipenuhi.


KESIMPULAN

Prinsip dasar dari perbanyakkan vegetatif adalah melakukan perbanyakan tanpa perkawinan atau penyerbukan (aseksual). Perbanyakan vegetatif menghasilkan individu baru dengan memanfaatkan kemampuan totipotensi tumbuhan dan kemampuan dedifferensiasi tumbuhan. Baik melalui stek, sambung pucuk, cangkok  atau kultur jaringan.
Teknik perbanyakan belum sepenuhnya dikuasai oleh praktikan. Hal ini ditunjukan dengan hasil percobaan yang banyak mengalami kegagalan



























DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1990. Bibit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

Beckett, B. And R.M. Gallangher. 1988. All About Biology. Oxford University press, United Kingdom.

Jumin, H.B. 2002. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Latief, Arlan. 2010. Stek akar, batang dan daun. < http: //hmj-Pertanian.blogspot.com /2010/07/stek-akar-batang-dan-daun. html > Diakses tanggal 15 April 2013.

Mencuccuni, M., J.M. Nez-vilalta, H.A. Hamid, E. Korakaki and D. Vanderklien. 2006. Evidence for age-and size- mediated controls of tree growth from grafting studies. Tree Physiology 27 : 463-473.

Santosa, Hieronymus Budi. 2008. 16 Tabulapot Populer. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Tambing, Y., E. Adelina, T. Budiarti dan E. Murniati. 2008. Kompatibilitas batang bawah nangka tanah kering dengan entris nangka asal Sulawesi Tengah dengan cara sambung pucuk. Jurnal Agroland 15: 95-100.













































































































LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA II
MEDIA TANAM


Disusun Oleh :
Dedy Kristiawan ( 12878 )
Rizky Fajar Aji P. ( 12880 )
Whisnu Agung ( 12915 )
Andi Johan ( 12922 )
Irna Surya Bidara ( 12937 )
Cinari H Sinamo   ( 13048 )

GOL/KEL : A4/6
Asisten : Adwitya Handriawan
  Galuh Asrinda Titi M.
  Septin Kristiani

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA II
MEDIA TANAM

TUJUAN
Mengetahui pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan kualitas bibit

TINJAUAN PUSTAKA
Perkecambahan merupakan proses yang kompleks dimana benih memulihkan fisiknya dari kondisi kering dang melanjutkan metabolisme serta menyelesaikan proses penting sel untuk pertumbuhan embrio mempersiapkan diri untuk pertumbuhan. Awal setelah imbibisi biji kering adalah pembentukan kembali metabolisme, restitusi bahan kimia dan strukturan integritas sel yang membutuhkan bantuan dalam menyintesis dan melindungi dirinya (Nonogaki et al., 2010).
Media tanam dapat di definisikan sebagai kumpulan bahan atau substrat tempat tumbuh benih yang disebarkan atau ditanam. Media tanam banyak macam ragamnya, dapat merupakan campuran dari bermacam-macam bahan atau satu jenis bahan saja asalkan memenuhi beberapa persyaratan antara lain cukup baik dalam memegang air, bersifat panas sehingga air siraman tidak mengenang (becek),tidak bersifat toksik (racun) bagi tanaman dan yang paling penting media tanam tersebut cukup mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman (Widarto, 1996).
Media tanam dapat di artikan sebagai tempat tanaman tumbuh, tempat akar tumbuh dan berkembang serta media yang dapat menyediakan unsur hara yang tepat pada pertumbuhan tanaman. Secara umum media tanam yang baik harus mempunyai sifat ringan, mudah di dapat, gembur dan subur sehingga menghasilkan pertumbuhan yang maksimal dan optimum. Bahan organik yang telah terdekomposisi mampu memperbaiki struktur tanah,pembentukan agregat-agregat dari partikel tanah dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah. Pemberian bahan organik kedalam tanah menyebabkan agregat tanah semakin stabil. Stabilnya agregat ttanah menyebabkan lengkapnya lubang atau pori-pori tanah sehingga akan menjaga tata air dan udara yang seimbang (Orizanti, 2011).
Unsur-unsur hara yang penting dan harus tersedia adalah N, P dan K. N berfungsi mempercepat pertumbuhan klorofil, menambah lebar daun, besarnya benih. Dosis yang digunakan tergantung pada varietas benih dan keadaan tanah. Pupuk P berfungsi untuk pembentukan akar, pertumbuhan tanaman, menstimulasi pembentukan buah dan mempercepat panen. Unsur P berpengaruh untukkandungan total benih terutama dalambentuk fitin. Fitin berfungsi sebagai cadangan fosfor dan untuk pemeliharaan energi yang diperlukan untuk perkecambahan (Anderson and Bernard, 1952)
Jika tanah telah hilang tingkat kesuburannya, berarti daya produksinya sudah menurun sekali atau tidak memberikan hasil yang berarti. Menurunnya daya produktivitas tanah banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor antar lain faktor kesuburan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah ada dua macam antara lain (Soedijanto dkk., 1981) :
Faktor positif
Cukup air dalam tanah
Udara dalam tanah
Pengelolaan tanah
Jasad-jasad renik
Faktor negatif
Senyawa-senyawa berbahaya dalam tanah misalnya garam maupun asam yang mempengaruhi reaksi dalam tanah.
Air yang tergenang dalam tanah menyebabkan jasad-jasad renik dalam tanah tidak aktif
Salah satu strategi untuk menningkatkan daya dukung lahan adalah dengan menambah bahan organik untuk mempertahankan atau meningkatkan kadar bahan organik  tanah dan memanfaatkan pupuk hayati (Bioffertilizer). Penambahan pupuk organik telah banyak dilaporkan dapat memperbaiki sifat-sifat kimai, fisika dan biologi tanah (Hong, 1997).
Benih yang baik harus memenuhi beberapa syarat antara lain benih utuh artinya tidak ada luka atau cacat, benih harus bebas dari hama penyakit, benih harus murni artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih lain serta bersih dari kotoran. Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat. Mempunyai daya kecambah 80% dan tenggelam bila direndam dalam air.perkecambahan benih dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam antara lain tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dan dormansi. Faktor dari luar meliputi air, temperatur, oksigen dan cahaya (sajad,1997).




METODOLOGI PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara II yang berjudul media tanam dilaksanakan di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari kamis, tanggal 7 maret 2013. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain biji kacang hijau ( Vigna radiata ), tanah, pasir dan pupuk organik. Dalam praktikum ini juga digunakan alat-alat yaitu polibag, cetok, oven, pengaris, kertas label dan alat tulis.
Kegiatan yang dilakukan dalam praktikum ini pertama-tama tanah bagian atas diambil (lebih kurang sampai ketebalan 25 cm daripermukaan tanah). Pupuk organik diambil. Media tanam yang digunakan disiapkan dengan komposisi:
Polibag 1: tanah
Polibag 2: campuran tanah bagian atas dengan pupuk organik perbandingan 2:1
Polibag 3: campuran tanah bagian atas, pasir dan pupuk organik dengan perbandingan 1:1:1
Media tanam tersebut dimasukkan ke dalam polibag. Media tanam dibasahi dengan air sampai kapasitas lapangan. 10 biji kacang hijau ( vigna radiata ) ditanam ke dalam polibag dan pemeliharaan dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Perkecambahan yang terjadi diamati setiap hari selama 7 hari. Penjarangan dilakukan pada awal minggu kedua dengan 3 tanaman yang pertumbuhannya relatif sama disisakan. Jumlah daun dan tinggi tanaman diamati setiap 2 hari sekali selama 14 hari. Tanaman kemudian dipanen dan ditimbang berat segar tajuk serta akar untuk masing-masing perlakuan. Tanaman kemudian dioven pada suhu sekitar 65-70˚c selama 48 jam, setelah beratnya konstan ditimbang berat kering tajuk akarnya. Gaya berkecambah (gb) dan indeks vigor (iv) dihitung.
GB=(jumlah biji berkecambah sampai hari ke-n)/(total biji yang dikecambahkan)  x 100%
IV=(∑jumlah biji yang berkecambah hari ke-n)/(hari ke-n)
Grafik gaya berkecambah, indeks vigor, tinggi tanaman dan jumlah daun pada berbagai hari pengamatan seta histogram berat segar dan berat kering tajuk dan akar dibuat.




HASIL DAN PEMBAHASAN
Media tanam adalah media / bahan yang digunakan sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman, baik berupa tanah maupun non tanah. Fungsi media tanam adalah sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman, penopang tanaman dan bonggol agar tumbuh secara baik, penyedia unsur hara bagi tanaman dan penyedia air bagi tanaman. Idealnya media tanam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Dapat dijadikan sebagai tempat berpijak tanaman
Memiliki kemampuan mengikat air dan menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman
Mampu mengontrol kelebihan air (drainase) serta memiliki sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik.
Dapat mempertahankan kelembaban disekitar akar tanaman.
Tidak mudah lapuk atau rapuh
Tidak semua bahan untuk media tanam memenuhi semua persyaratan diatas. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang sempurna, dapat dilakukan dengan mengkombinasi beberapa bahan yang disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan di tanam. Hal ini disebabkan jenis bahan media memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada setiap tanaman.
Salah satu strategi untuk mendapatkan media tanam yang cocok dengan tanaman yang kita tanam yaitu dengan memasukkan bahan organik pada media tanam. Meskipun memiliki unsur hara yang relatif lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik, pupuk organik memiliki unsur hara lengkap dan kaya akan mikroorganisme pengurai yang berfungsi menguraikan unsur hara menjadi senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tanaman.
Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman. Sifatnya yang cepat kering akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Selain itu, keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam. Namun media pasir lebih membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebih intensif. Sehingga penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan dengan campuran bahan anorganik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik yang disesuaikan dengan jenis tanaman.
Prinsip pembuatan media tanam, terdapat komponen bahan penyimpan atau pengikat air, bahan penyedia hara, dan unsur tanah. Bahan pengikat air bisa menggunakan sekam bakar atau serbuk sabut kelapa (kokopit), bahan penyedia hara bisa menambahkan pupuk organik, kompos, atau bahan organik lain serta tanah sebagai media memperkokoh perakaran, dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Agar diperoleh media yang bebas dari hama dan penyakit terutama jamur, bisa dilakukan dengan menambahkan ke media tanam fungisida dan pestisida. Pupuk organik yang digunakan diolah terlebih dahulu dengan melakukan dekomposisi menggunakan efektif mikroorganisme atau dekomposer yang lain. Pada kegiatan budidaya pertanian, media tanam merupakan komponen utama yang perlu diperhatikan, terutama keberadaan unsur hara yang terdapat pada media tanam tersebut. Keseimbangan unsur hara sangat berpengaruh pada hasil produksi yang diperoleh. Salah satu penyebab adanya ketidakseimbangan unsur hara tanah adalah adanya penggunaan secara intensif tanpa melakukan penambahan unsur hara. Ketidakseimbangan unsur hara dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Percobaan ini bertujuan untuk mengamati media tanam yang baik untuk perkecambahan biji dan perkembangan tanaman kacang hijau. Perkecambahan biji diamati dengan cara menghitung banyaknya biji yang berkecambah. Hal ini dilakukan untuk menentukan gaya berkecambah (GB) dan indeks vigor (IV) dari tanaman kacang hijau dari masing–masing perlakuan, karena perkecambahan pada masing–masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda–beda.

Histogram 2.1 Gaya berkecambah tanaman Vigna radiata
Gaya berkecambah adalah banyaknya biji yang berkecambah dari sejumlah biji murni yang dikecambahkan dan dinyatakan dalam persen. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa semua perlakuan (tanah, tanah + pupuk dan tanah + pupuk + pasir) memiliki gaya berkecambah sebesar 100%. Hal ini dapat terjadi karena pada semua perlakuan mempunyai aerasi yang baik sehingga perkecambahan terjadi dalam waktu yang singkat.

Grafik 2.2 Indeks Vigor tanaman Vigna radiata
Indeks vigor berguna untuk mengetahui keserempakan berkecambah suatu biji. Pada hasil pengamatan didapatkan bahwa Indeks Vigor terbesar media tanah, tanah + pupuk, serta tanah + pupuk + pasir adalah pada hari ke-1. Pada hari pertama, indeks vigor tanah adalah 6,87; media tanah + pupuk yaitu 6,25 dan media tanah + pupuk + pasir yaitu 5. Dan yang memiliki indeks vigor terbesar adalah pada perlakuan tanah. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa komposisi tanah + pupuk + pasir  memiliki Indeks Vigor yang paling besar dari pada media tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena ketersediaan air yang kurang sehingga perkecmbahan terhambat.

Grafik 2.3. Indeks Vigor tanaman Vigna radiata
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan tinggi tanaman tertinggi selama 21 hari pada media tanah yaitu 41,6 cm. media tanah + pupuk memiliki tinggi 40 cm dan media tanah + pupuk + pasir memiliki tinngi 34. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada, seharusnya media tanam yang paling baik adalah media tanah+pupuk+pasir karena pada media ini unsur hara yang ada dalam tanah seimbang. Ketidaksesuaian ini disebabkan karena pada media tanah mempunyai kondisi yang lebih mendukung pada faktor ekternalnya dari pada media tanah + pupuk + pasir, baik itu cahaya, kebutuhan air, oksigen, dan suhu. Ketidaksesuaian itu dapat pula disebabkan karena kandungan yang ada dalam tanah yang sudah terakumulasikan dengan zat hara dan mineral yang baik bagi tanaman kacang hijau (Vigna radiata) sehingga pertambahan tinggi tanaman lebih baik saat pelakuan media tanam berupa tanah.

Grafik 2.4. Jumlah Daun tanaman Vigna radiata
Dari hasil pengamatan diketahui jumlah daun paling banyak pada hari ke 21 terlihat pada media tanah+pupuk dengan rata-rata 11,2,media tanah memiliki rata-rata jumlah daun sebesar 10,1 dan media tanah+pupuk+pasir memiliki rata-rata terendah yaitu 9,1. Perkembangan jumlah daun pada tanaman kacang hijau dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya penyimpanan benih yang kurang maksimal mempengaruhi kecepatan tanaman untuk membuka daun pertamanya karena semakin lama benih disimpan maka semakin cepat permukaan daun pertama membuka. Faktor lain yang mempengaruhi adalah karena komposisi dari pupuk dapat meningkatkan kesuburan dan produksi pertanian. Hal ini disebabkan tanah lebih banyak menahan air sehingga unsur hara akan terlarut dan lebih mudah diserap oleh akar. Sumber hara makro dan mikro dalam keadaan seimbang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur mikro yang tidak terdapat pada tanah bisa disediakan oleh pupuk, misalnya S, Mn, Co, Br, dan lain-lain.

Histogram 2.5 Berat kering tajuk dan akar tanaman Vigna radiata
Tanaman kacang hijau dipanen pada minggu keempat. tanaman yang sudah di panen akarnya dibersihkan dari tanah dan dibagi menjadi dua yaitu shoot dan root kemudian ditimbang berat segarnya. setelah itu tanaman di oven selama dua hari dan ditimbang berat keringnya. Berat kering shoot terbesar terlihat pada media tanah yaitu 0,432. Pada media tanah + pupuk shoot memiliki berat 0,392 dan pada media tanah+pupuk+pasir 0,39. sedangkan berat kering root terbesar juga terdapat pada media tanah yaitu sebesar 0,042, pada media tanah+pupuk+pasir 0,036 dan terendah pada media tanah+pupuk yaitu 0,025.



KESIMPULAN
Komposisi media tanam mempengaruhi perkecambahan dan pertumbuhan tanaman kacang hijau (Vigna radiata). Dari percobaan yang telah dilakukan dapa disimpulkan bahwa media yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman kacang hijau adalah media tanah+pupuk+pasir dalam kondisi yang seimbang. kualitas bibit dapat dipengaruhi oleh air, temperatur, oksigen dan cahaya.




DAFTAR PUSTAKA

Anderson, B. and Bernard S. 1952. Plant Physiology. 2nd ed. D.van Nostrand Company. Jepang.

Hong, G. B. 1977. Peran Pupuk. Departemen Ilmu-ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nonogaki, H., G. W. Bassel and J. D. Bewley. 2010. Germination-still a mistery. Plant Science 179: 574-581 (Abstr).

Orizanti, U. M. 2011. Pengaruh komposisi media tanam tanah, kompos kayu apu (Pistia statiotes L.), kompos sampah kota pada pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.). Universitas Brawijaya. Master Thesis.

Sajad. 1977. Perkecambahan Benih/Biji. . Diakses pada 9 maret 2013.

Soedijianto,S. dan Philippus G. A. 1981. Bercocok Tanam. CV. Yasaguna. Jakarta.

Widarto, L. 1996. Perbanyakan Tanaman Dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambung, Okulasi dan Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.























































































































































LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA III
KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR

Disusun Oleh :
Dedy Kristiawan ( 12878 )
Rizky Fajar Aji P. ( 12880 )
Whisnu Agung ( 12915 )
Andi Johan ( 12922 )
Irna Surya Bidara ( 12937 )
Cinari H Sinamo   ( 13048 )

GOL/KEL : A4/6
Asisten : Adwitya Handriawan
  Galuh Asrinda Titi M.
  Septin Kristiani

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA III
KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR

I. TUJUAN
Mengetahui jumlah air yang hilang karena evaporasi dan transpirasi.
Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama periode waktu tertentu.
Mengetahui efiensi penggunaan air tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Air diperlukan tanaman sebagai penyusun protoplasma, pelarut gas, mineral dan bahan terlarut lain, reaktan dalam proses penting seperti fotosintesis dan hidrolisis pati menjadi gula serta untuk menjaga turgiditas sel.  Penyerapan (absorbsi) air sangat penting bagi kehidupan sebagian besar tanaman. Air yang ada dalam pori-pori tanah masuk melalui akar, kemudian batang dan daun untuk kemudian menguap ke lingkungan lewat stomata (Kramer, 1969).
Sedangkan tanah merupakan system kompleks yang terdiri atas 4 komponen yaitu batu-batu (mineral), bahan organik, air dan zat-zat terlarut serta udara. Komposisi penyusun tanah ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang hidup diatasnya. Perpaduan sifat fisika (tekstur, struktur, aerasi) dan sifat kimia (pH dan kandungan hara) dan biologis tanah yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan penanaman, terdapat tiga fungsi tanah yang primer dalam mendukung kehidupan tanaman. Yaitu, memberikan unsure-unsur mineral, memberikan air dan sebagai tempat berpegang daun bertumpu untuk tegak (Harjadi, 2002).
Bercocok tanam menggunakan air melalui proses transpirasi untuk mendinginkan tanaman dan membawa unsure hara yang dibutuhkan tanaman dari tanah naik ke atas sampai ke daun. Proses ini merupakan penggunaan air secara nyata, tumbuhan mengambil air dan melepaskannya ke atmosfer melalui transpirasi. Air yang dipergunakan dalam proses ini tidak dapat dipergunakan kembali oleh tumbuhan yang sama dalam siklus pertumbuhan yang sama. Air yang di transpirasi tersebut masuk ke siklus air alam dan pada waktunya kembali ke bumi lagi melalui hujan (Anonim,2010).
Tanaman secara terus menerus menyerap dan kehilangan air. Sebagian besar air hilang dari tanaman karena menguap dari daun. Pada keadaan hangat, kering dan matahari cukup terik, sehelai daun dalam satu jam akan melepas-balikan 100% air yang dikandungnya. Selama kehidupan tanaman, air yang setara dengan 100 kali bobot segarnya hilang melalui permukaan daun, kehilangan air dalam bentuk uap dari permukaan daun ini disebut transpirasi (Tarz dan Zeiger, 2002).
Teknik pengairan sebagian daerah akar dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan dapat mempertahankan pertumbuhan, nodul, biomassa, kadar klorofil daun relatif dan kadar air daun relatif dan produksi, jika dibandingkan dengan pengairan seluruh daerah akar, meskipun cenderung dipengaruhi oleh volume air yang digunakan. Pengairan separuh daerah akar dengan volume pengairan 2 liter/m2 dan 3 liter/m2 dapat menurunkan hasil sekitar 2,97-16,91 % tetapi dapat  meningkatkan efisiensi penggunaan air masing-masing 29,97% dan 23,63% dibandingkan pengairan seluruh akar (Bahrun dkk., 2012).
Efisiensi penggunaan air (WUE) sering dianggap sebagai penentu dari hasil dibawah tekanan sebagai komponen ketahanan tanaman saat kekeringan. Telah digunakan untuk menyiratkan bahwa produksi tanaman tadah hujan dapat meningkat per satuan air yang digunakan. Oleh karena itu, peningkatan produksi biomassa dibawah cekaman kekeringan dapat dicapai dengan memaksimalkan tangkapan air sambil mengalihan bagian terbesar dari tanah yang tersedia kelembaban terhadap transpirasi stomata. Ini didefinisikan sebagai efektivitas penggunaan air (WUE) dan itu adalah mesin utama untuk agronomis atau genetik untuk peningkatan produksi tanaman dibawah terbatasnya air (Blum, 2009).

















III.  METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara 3 dengan judul “Kebutuhan Air Tanaman dan Efisiensi Penggunaan Air” ini dilaksanakan pada Kamis, 14 Maret 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bibit terong (Solanum melongena L.), ember, media tanam (kering angin), air keran, kantong kertas dan kertas bekas. Alat yang dipakai adalah cangkul, cethok, termohigrometer, neraca dan oven.
Cara kerja yang pertama adalah persiapan media tanam. Ember kecil diisi dengan 1000 gram tanah kering angin. Ditambahkan air sebanyak 100 sehingga total beratnya 1100 gram. Disiapkan masing-masing satu buah ember untuk tiap perlakuan untuk setiap kelompok. Perlakuan  A (pada suhu tinggi), ember berisi tanah dan air dengan berat total 1100 gram tanpa tanaman sebagai kontrol untuk mengetahui air yang hilang karena proses evaporasi diletakkan di dalam rumah kaca. Ember berisi tanah dan air dengan berat total 1100 gram yang ditanami tanaman terong untuk mengetahui air yang hilang karena proses evapotranspirasi diletakkan di dalam rumah kaca. Perlakuan B (pada suhu sedang), ember berisi tanah dan air dengan berat total 1100 gram tanpa tanaman sebagai kontrol untuk mengetahui air yang hilang karena proses evaporasi diletakkan di samping rumah kaca. Ember berisi tanah dan air dengan berat total 1100 gram yang ditanami tanaman terong untuk mengetahui air yang hilang karena proses evapotranspirasi diletakkan di samping rumah kaca. Perlakuan diulang sebanyak jumlah kelompok dalam satu golongan. Diambil contoh tanaman terong untuk ditentukan luas daun dan bobot keringnya. Tanaman dipelihara selama 21 hari setelah pindah tanam. Cara kerja yang kedua adalah pengamatan. Ditentukan air yang hilang karena evaporasi dan evapotranspirasi  dimulai 4 hari setelah penanaman, dengan intrval 4 hari sekali, sebanyak 4 periode pengamatan. Bobot awal ember baik dengan tanaman maupun tanpa tanaman adalah 1100 gram. Setelah 4 hari, bobotnya akan berkurang karena proses evaporasi dan evapotranspirasi. Selisih bobot inilah yang ingin ketahui. Ditimbang ember saat pengamatan pada hari ke 4, 8, 12 dan 16. Dicatat pula suhu pada saat pengamatan. Bila bertepatan dengan hari libur, pengamatan diajukan/diundurkan pada hari biasa. Selisih bobot awal dengan akhir ember dengan tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena evapotranspirasi. Sedangkan selisih bobot awal dengan akhir pada ember tanpa tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena evaporasi. Selisih antara kebutuhan air untuk evaporasi dan evapotranspirasi merupakan kebutuhan air untuk transpirasi. Setelah dilakukan penimbangan pada waktu yang telah ditentukan, kembali ditambahkan air ke ember hingga beratnya kembsli menjadi 1100 gram. Kebutuhan air tanaman untuk proses evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi dinyatakan dalam satuan gram air per satuan luas per hari. Untuk pengukuran luas  permukaan ember dan luas daun dihitung dengan rumus :

Luas pola Daun  = W pola (gram ) x luas standart ( cm2)
w Standart ( gram)

Setelah pengamatan keempat selesai, hasil pengukuran evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi selama 16 hari ditotal, sebagai air yang dibutuhkan. Dilakukan pemanenan pada hari ke-21, ditentukan bobot kering tanaman. Selisih antara bobot kering tanamanan hari ke-21 dengan bobot kering saat tanam merupakan biomasaa tanaman yang dihasilkan selama periode tersebut. Terakhir ditentukan efisiensi penggunaaan air ( water use efficiency/WUE)  dengan rumus :

WUE = Biomasa yang dihasilkan x 100 %
Air yang dibutuhkan

















IV.    HASIL DAN PEMBAHSAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan laju evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi dan kebutuhan air pada tanaman terong pada suhu sedang.
Hari ke- Perlakuan
Suhu tinggi Suhu sedang
Dengan (gr) Tanpa (gr) Dengan (gr) Tanpa (gr)
4 1000 1026,67 996,67 1005
7 1030 1031,67 1015,83 1046,67
11 1045 1050 1043,33 1033,33
14 1014.17 1030,83 1011,67 1021,67
18 1068.33 1066,67 1046,67 1066,67
21 1064.17 1039,17 1045,83 1038,33

Tabel 2. Hasil perhitungan WUE
WUE
Dalam Luar
-1,18 -0,317


B.  Pembahasan
Transpirasi adalah penguapan yang terjadi dari tanaman melalui sel stomata pada daun. Air yang dihisap oleh daun setelah proses fisiologis akan diuapkan kembali melalui sel stomata. Sel stomata ini pada malam hari akan tertutup sehingga transpirasi hanya terjadi pada siang hari saja. Laju transpirasi selain dipengaruhi oleh masukan energi yang diterima tumbuhan dan perbedaan potensi air antara rongga substomatal dengan udara di sekitar daun, juga dipengaruhi oleh daya hantar stomata. Daya hantar stomata merupakan ukuran kemudahan bagi uap air untuk melalui celah stomata. Daya hantar stomata ini akan ditentukan oleh besar-kecilnya bukaan celah stomata. Tanaman yang banyak mengalami transpirasi memerlukan air yang diambil melalui akar dari dalam tanah. Tanaman yang tumbuh di air seperti teratai dan enceng gondok menghisap air melalui akar-akar yang berada dalam air.
Evaporasi dapat terjadi dari permukaan air bebas seperti bejana berisi air, kolam, waduk, sungai ataupun laut.  Proses evaporasi dapat terjadi pada benda yang mengandung air, lahan yang gundul atau pasir yang basah.  Pada lahan yang basah, evaporasi mengakibatkan tanah menjadi kering dan dapat mempengaruhi tanaman yang berada di tanah itu. Pemakaian mulsa di permukaan tanah dapat memperkecil terjadinya evaporasi. Faktor iklim yang mempengaruhi evaporasi : radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan angin.
Tempat-tempat dengan radiasi matahari tinggi mengakibatkan evaporasi tinggi, karena evaporasi memerlukan energi. Umumnya radiasi matahari tinggi diikuti suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah. Kedua hal ini dapat memacu terjadinya evaporasi. Angin yang kencang membuat kelembaban udara rendah, hal ini juga memacu terjadinya evaporasi. Laju evaporasi sangat tergantung pada masukan energi yang diterima. Semakin besar jumlah energi yang diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diuapkan. Sumber energi utama untuk evaporasi adalah radiasi matahari. Oleh sebab itu, laju evaporasi yang tinggi tercapai pada waktu sekitar tengah hari. Selain masukan energi, laju evaporasi juga dipengaruhi oleh kelembaban udara di atasnya. Laju evaporasi akan semakin terpacu jika udara diatasnya kering (kelembaban rendah), sebaliknya akan terhambat jika kelembaban udaranya tinggi. Selain faktor lingkungan, evaporasi juga dipengaruhi oleh kadar lengas tanah. Kadar lengas tanah merupakan banyaknya air yang ada di dalam pori tanah. Semakin tinggi kadar lengas tanah, maka laju dan faktor internal tumbuhan evaporasi juga semakin tinggi.
Evapotranspirasi adalah jumlah air pada suatu areal bertanam yang digunakan untuk transpirasi, diuapkan dari tanah dan permukaan tanah serta diintersepsi oleh tanaman. Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses evaporasi dan transpirasi. Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu komponen penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam badab-badan air, tanah, dan tanaman. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi. Faktor terdebut antara lain iklim, jenis tanaman, jenis tanah dan topografi. Air yang hilang melalui evapotranspirasi perlu diperhitungkan agar tanaman tidak mengalami kekurangan air.
Evapotranspirasi maksimum dapat terjadi dari lahan yang ditumbuhi tumbuhan rapat, daun-daun menutupi tanah dan tanah dalam kapasitas lapang. Cara menduga besarnya evapotranspirasi dapat diukur langsung ataupun memakai perhitungan dari unsur iklim yang mempengaruhi evaporasi. Cara pengukuran langsung memakai lysimeter. Ada 2 (dua) macam lysimeter, yaitu lysimeter drainase dan lysimeter timbang.  Jumlah air hujan atau air siraman dapat diketahui dalam satuan mm, demikian juga yang merembes (perkolasi) melalui kran di bagian bawah lysimeter.  Air yang tidak terukur ialah air yang hilang melalui evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi melalui mulut daun.  Melalui perhitungan neraca air jumlah evapotranspirasi dapat diketahui.
Efisiensi penggunaan air (WUE) merupakan suatu konsep yang luas yang dapat didefinisikan pada berbagai aspek. Untuk petani, efisiensi penggunaan air (WUE) adalah hasil tanaman bididaya yang diperoleh dari setiap unit penggunaan air irigasi, air hujan, dan kontribusi penyimpanan air tanah. Hasil tanaman dapat dinyatakan dalam berat kering atau dalam bentuk biomassa dalam gram. Efisiensi penggunaan air juga dapat diartikan sebagai jumlah air yang hilang selama produksi biomassa atau pengikatan CO2 pada proses fotosintesis. Pengertian ini didapat dalam proses biokimia pemecahan dari Rubisco dan pemecahan selama proses difusi CO2 dari atmosfer ke dalam rongga intraseluler.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penggunaan air pada tanaman adalah iklim, tanah dan unsur hara. Pengaruh iklim yang mempengaruhi efisiensi penggunaan air adalah suhu atau kelembaban udara di sekitar tanaman. Kelembaban udara pada umumnya dinyatakan dengan kelembaban relatif yang mempengaruhi evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi akan meningkat atau lancar apabila kelembaban udara di sekitar tanaman rendah. Transpirasi tanaman sangat erat hubungannya dengan penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Apabila transpirasi cepat, penyerapan unsur hara juga akan cepat. Akan tetapi apabila kelembaban udara tinggi menyebabkan transpirasi menjadi lambat. Selain suhu, radiasi matahari juga mempengaruhi efisiensi penggunaan air. Semakin besar radiasi matahari maka mengakibatkan penguapan yang terjadi semakin besar pula karena frekuensi kalor dalam udara meningkat sehingga untuk menjadi turgiditas tanaman maka tanaman harus melakukan banyak transpirasi.
Mengetahui banyaknya air yang dievaporasikan dari tanah dan ditranspirasikan oleh tanaman sangat penting dalam usaha mencegah tanaman mengalami kekeringan atau kekurangan air dengan mengembalikan sejumlah air yang hilang karena evaporasi. Perkiraan evapotranspirasi sangat penting dalam kajian-kajian hidrometeorologi. Hidrometeorologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara unsur-unsur meteorologi dengan siklus hidrologi yang meliputi presipitasi (hujan), evaporasi, evapotranspirasi, temperatur, tekanan udara, sinar matahari dan kecepatan angin. Efisiensi penggunaan air (WUE) bermanfaat untuk mengetahui bagaimana efisiensi penggunaan air oleh tanaman, sehingga diharapkan dapat memanfaatkan air yang terkandung di dalam tanah dapat dipergunakan dengan optimal. Selain itu, dengan WUE, kita bisa mengetahui berapa persentase (%) tanaman bisa menggunakan air secara efisien.

Dari data pengamatan diperolah histogram seperti diatas. Pada perlakuan 1 (suhu tinggi) didapat hasil bahwa kebutuhan air yang digunakan untuk evaporasi lebih besar dibandingkan jumlah air yang digunakan untuk transpirasi. Hal tersebut terjadi karena luas permukaan media tanam lebih besar daripada luas daun. Selain itu kondisi luar lingkungan (luar rumah kaca) sering berubah-ubah, terkadang panas terkadang turun hujan dengan intensitas tinggi sehingga mempengaruhi kondisi di dalamnya. Pada perlakuan 2 (suhu sedang) didapat hasil yang sama dengan dengan perlakuan 1 dimana kebutuhan air yang digunakan untuk evaporasi lebih besar dibandingkan jumlah air yang digunakan untuk transpirasi. Dari histogram diatas juga dapat diketahui bahwa jumlah air yang digunakan untuk evaporasi pada suhu tinggi lebih rendah dibandingkan jumlah air yang digunakan untuk evaporasi pada suhu sedang, begitu pula data untuk transpirasi. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dimana jumlah air yang dievaporasikan dan ditranspirasikan pada lingkungan bersuhu tinggi akan lebih besar dibandingkan jumlah air yang dievaporasikan dan ditranspirasikan pada lingkungan bersuhu sedang. Hal ini mungkin terjadi karena kondisi rumah kaca yang kurang ideal. Apabila terjadi hujan airnya ada yang masuk sehingga kelembaban udara di dalam rumah kaca tinggi. Kondisi cuaca yang tidak menentu juga dimungkinkan menjadi faktor penyebab hasil evaporasi dan transpirasi tidak sesuai dengan teori, dimana terkadang cuaca sangat panas dan terkadang turun hujan dengan intensitas yang cukup tinggi.



Pada percobaan kali ini dilakukan pengamatan untuk memperoleh data tentang tingkat efisisensi penggunaan air pada tanaman terong. Dari data histogram diatas diperolah hasil bahwa tingkat efisiensi penggunaan air pada tanaman di lingkungan bersuhu tinggi (dalam) lebih rendah daripada tingkat efisiensi penggunaan air pada tanaman di lingkungan bersuhu sedang (luar) yang ditunjukkan dengan nilai efisiensi yang lebih labih kecil. Hal tersebut terjadi karena pada lingkungan bersuhu tinggi, tanaman membutuhkan air dengan jumlah yang lebih banyak dibanding pada lingkungan bersuhu sedang. Pada lingkungan bersuhu tinggi tingkat evaporasi dan transpirasi lebih tinggi dibandingkan pada lingkungan bersuhu sedang yang nantinya berpengaruh terhadap nilai efisiensi penggunaan air (WUE). WUE yang diperoleh pada suhu tinggi adalah -1,18 dan pada suhu rendah diperoleh -0,317.


KESIMPULAN
Jumlah air yang hilang pada tanaman terong (Solanum melongena L.) karena evaporasi pada suhu tinggi adalah 354,99 ml dan pada suhu rendah adalah 388,33 ml sedangkan jumlah air yang hilang karena transpirasi pada suhu tinggi adalah 23,34 ml dan pada suhu rendah sebesar 51,67 ml.
Jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama 21 hari untuk tanaman terong (Solanum melongena  L.) pada suhu tinggi  adalah 382,33 ml dan pada suhu rendah adalah 440,003 ml.
Efisiensi penggunaan air (WUE) tanaman terong (Solanum melongena L.) pada suhu tinggi sebesar -1,18 dan pada suhu rendah adalah -0,317.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.. Diakses tanggal 20 Maret 2011.

Bahrun, A., Rachmawati Hasyid, Muhidin dan Dedi Erawan. 2012. Pengaruh pengairan separuh daerah akar terhadap efisiensi penggunaan air dan produksi kedelai (Glycine max L.) pada musim kemarau. J. Agron, indonesia 40m: 36-41.

Blum, A. 2009. Effective use of water (EUW) and notwater-use effeciency (WUE) is the target of crop yield improvement under drough stress. Field Crop Risearch 112 : 119-123.

Harjadi, S. S. M. M. 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kramer, P. J. 1969. Plant and Soil Water Relationship : A Modern Synthesis. Tata McGraw-Hill. New Delhi.

Tarz and Zeiger. 2002. Plant Physiologi. 3th ed. Sinauer Associates, Inc. Maryland.



























































































































































LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA IV
PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERKECEMBAHAN BIJI


Disusun Oleh :
Dedy Kristiawan ( 12878 )
Rizky Fajar Aji P. ( 12880 )
Whisnu Agung ( 12915 )
Andi Johan ( 12922 )
Irna Surya Bidara ( 12937 )
Cinari H Sinamo   ( 13048 )

GOL/KEL : A4/6
Asisten : Adwitya Handriawan
  Galuh Asrinda Titi M.
  Septin Kristiani

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA IV
PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERKECEMBAHAN BIJI

TUJUAN
Mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah suatu biji.
Mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan biji.
Mengetahui pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji.

TINJAUAN PUSTAKA
Sejak tanam sampai berkecambah dan muncul di atas permukaan tanah, tanaman sangat bergantung pada simpanan makanan dalam biji dan air yang tersedia di dalam tanah, dimana sebelum berkecambah, biji menghisap air dan membengkak. Proses perkecambahan dimana setelah biji ditanam maka akan menyerap air dari sekelilingnya dan calon tanaman mulai tumbuh. Akar radikal mulai memanjang dengan cepat diikuti dengan plumula dan akar-akar seminal. Akar radikal muncul dari ujung biji dengan arah yang berlawanan dengan calon tajuk. Akar yang tumbuh ini akan membentuk sudut 25º-30º terhadap garis horizontal, kecuali akar radikal. Perkecambahan selain dipengaruhi oleh lingkungan juga dipengaruhi dalamnya penanaman dan jenis tanah (Effendi dkk., 1991).
Proses perkecambahan tumbuhan melalui berbagai tahapan yaitu (1) penyerapan air, (2) proses pembentukan makanan oleh proses kimia fisika yaitu hidrasi dan enzimasi yang hasilnya kemudian disimpan dalam biji, (3) penggunaan makanan cadangan untuk pertumbuhan embrio, (4) perkembangan embrio meliputi membukanya kulit / pembungkus biji, pertumbuhan akar untuk mengambil air dan nutriendan produksi daun hijau. Hal tersebut dapat terjadi hanya dalam beberapa hari, minggu atau bulan (Gardner, 1949).
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya (Irwanto, 2011) :
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih.
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan.
Benih dikatakan berkecambah jika panjang radikula mencapai 2 mm. Persentase perkecambahan diamati tiap hari, sedangkan panjang akar seminal, panjang tunas, panjang koleoptil diukur pada akhir penelitian dan rasio panjang akar seminal:panjang tunas, panjang koleoptil dan seed vigour index juga dihitung pada akhir penelitian. Persentase perkecambahan (%) dihitung dengan rumus jumlah benih yang berkecambah/total benih yang dikecambahkan x 100%, sedangkan seed vigour index dihitung dengan rumus (panjang akar seminal + panjang pucuk) x persentase perkecambahan (Ai et al., 2010).
Pengujian menggunakan PEG merupakan salah satu metode alternatif yang dapat digunakan untuk menguji tanaman pada kekeringan di laboratorium sebelum dilakukan pengujian rumah kaca. Pengujian di rumah kaca berguna untuk mengetahui tanaman yang mempunyai sifat toleransi di lapangan. Pengujian ini juga untuk mengetahui perbedaan antara sifat toleransi di laboratorium dan di rumah kaca. PEG merupakan senyawa osmotikum yang digunakan sebagai stimulasi kondisi kekeringan, yang dapat menghambat penyerapan air oleh sel atau jaringan tanaman sehingga menyebabkan tanaman kekurangan air (Meutia et al., 2010).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperpendek dormansi adalah dengan perendaman. Pada padi, perendaman gabah bertujuan memberikan keleluasaan gabah untuk menghisap air secukupnya. Masuknya air ke dalam biji akan diatur oleh kulit gabah. Gabah akan berkecambah sepanjang 1-2 mm sesudah 2 malam, kecambah ini paling baik untuk disemai, karena kecambah yang lebih panjang menyukarkan penebaran benih. Akarnya akan berkait-kaitan satu sama lain dan dapat patah (Soemartono dkk., 1981).


METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Pelaksanaan Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara IV yang berjudul “Pengaruh Cekaman Air terhadap Perkecambahan Biji” ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 21 Maret 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada percobaan ini alat-alat yang digunakan antara lain bak perkecambahan, petridish, kaca-kaca pengaduk, penggaris, sendok, pinset, beaker glass, kaca penutup, dan gelas ukur. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah benih padi (Oryza sativa), kertas filter, dan larutan polyethylene glycol (PEG) setara dengan potensial air 0; -0,6; -1,2; -dan -1,8 Mpa.
Praktikum ini diawali dengan benih padi direndam dalam air selama semalam (12 jam). Kemudian  petridish disiapkan dan dilapisi dengan kertas saring. Selanjutnya benih padi direndam ke dalam larutan PEG sesuai dengan perlakuan. Kemudian kertas saring dibasahi dengan larutan PEG sesuai dengan perlakuan. Setelah itu 25 biji diletakkan ke dalam tiap-tiap petridish. Setelah selesai petridish ditutup dengan penutupnya. Selanjutnya jumlah biji yang berkecambah diamati dan dihitung (plumula dan radicle sudah mencapai panjang ±2mm untuk padi dan ± 5mm untuk kacangan) dilakukan setiap hari selama 2 minggu dimulai sehari setelah percobaan. Untuk mempermudah pengamatan biji yang telah berkecambah dan biji yang mengalami penjamuran dibuang. Kemudian dihitung nilai gaya berkecambah dan indeks vigor dari masing-masing perlakuan PEG. Setelah itu dibuat grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan untuk semua konsentrasi dan masing-masing alokasi waktu perendaman. Adapun rumus menghitung gaya berkecambah dan indeks vigor adalah sebagai berikut:
Gaya Berkecambah (GB)
GB = jumlah biji yang berkecambah hari ke-n     x 100 %
        Hari ke-n
. Indeks Vigor (IV)
IV = jumlah biji berkecambah              x 100 %
       Jumlah biji yang dikecambahkan






HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel Gaya Berkecambah dan Indeks Vigor.
Indeks Vigor
Hari ke- Perlakuan Gaya Berkecambah
0 -0,6 -1,2 -1,8 Jumlah 25 biji
1 0,08333 0 0 0 Perlakuan GB
2 3,83333 0 0 0 PEG 0 85%
3 2,74944 0 0 0 PEG -0,6 0%
4 0,0625 0 0 0 PEG -1,2 0%
5 0,1 0 0 0 PEG -1,8 0%
6 0 0 0 0
7 0,02381 0 0 0
8 0 0 0 0
9 0 0 0 0
10 0 0 0 0
11 0,02 0 0 0
12 0 0 0 0
13 0 0 0 0
14 0 0 0 0

B. Pembahasan
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar. Proses tersebut meliputi beberapa tahapan, antara lain imbisisi, sekresi hormon dan enzim, hidrolisis cadangan makanan, pengiriman bahan makanan terlarut dan hormon ke daerah titik tumbuh atau daerah lainnya, serta asimilasi (fotosintesis). Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahap penting, meliputi: adsorbsi air; metabolisme pemecahan materi cadangan makanan; transpor materi hasil pemecahan dan endosperm ke embrio yang aktif tumbuh; proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru; respirasi; dan pertumbuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah air, udara, temperatur atau suhu sinar matahari dan peranan lingkungan. Air digunakan untuk perkecambahan biji, pengisapan air merupakan kebutuhan biji untuk berlangsungnya kegiatan-kegiatan dalam biji. Pada peristiwa ini pati,protein dan lemak dalam biji diubah menjadi makanan sederhana yang digunakan untuk kepentingan embrio. Agar peristiwa tersebut dapat berlangsung maka air yang masuk dalam biji harus merata. Udara yang di dalamnya terkandung Oksigen digunakan untuk pernapasan embrio. Temperatur pada proses perkecambahan biji berkaitan dengan kegiatan di dalam biji. Semakin tinggi temperatur, kegiatan di dalam biji akan meningkat pula. Pada temperatur yamg rendah perkecambahan berlangsung lambat. Pada perkecambahan diperlukan pula sinar matahari yang berhubungan erat dengan temperatur udara, yaitu berperan dalam pertumbuhan kecambah supaya tidak tampak pucat. Keadaan pertumbuhan kecambah yang memanjang dan bibit yang tampak pucat ini disebut etiolasi.
Senyawa PEG bersifat larut dalam air dan dapat menyebabkan penurunan potensial air yang homogen. Besarnya penurunan potensial air sangat bergantung pada konsentrasi dan berat molekul PEG. Sifat PEG yang demikian dapat dimanfaatkan untuk melakukan simulasi penurunan potensial air Perlakuan PEG -0,5 MPa menghambat pertambahan panjang tunas karena cekaman kekeringan akan mempengaruhi aspek pertumbuhan secara morfologi, anatomi dan fisiologi. Pada percobaan ini digunakan biji padi (Oryza sativa). Biji padi yang akan digunakan sebelumnya direndam dengan PEG dengan potensial air 0; -0,6; -1,2; dan -1,8 Mpa selama 12 jam.


Cekaman air dalam lingkungan perkecambahan sangat memengaruhi gaya berkecambah dan indeks vigor. Tanaman padi termasuk tanaman yang toleran terhadap cekaman air, sehingga pada pengamatan ini, gaya berkecambah yang didapat adalah 85 %. Pada keadaan di lapangan, keadaan cekaman air dapat ditanggulangi dengan menambahkan air, yaitu dengan memperbaiki saluran irigasi, sehingga kadar lengas dalam tanah tercukupi untuk pertumbuhan tanaman. Sebagai pencegahan, laju transpirasi tanaman juga dapat dikurangi sehingga kandungan air dalam tanah tersedia cukup bagi tanaman tersebut.
Dari tabel GB dan IV yang telah tercantum dalam hasil pengamatan, dapat dibuat grafik GB vs hari pengamatan sebagai berikut:



Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada biji padi yang direndam dengan PEG dengan potensial air 0 Mpa memiliki nilai GB yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PEG 0 Mpa memiliki kemampuan untuk menginduksi cekaman air yang lebih kecil daripada PEG dengan potensial air -0,6; -1,2; dan -1,8 Mpa. Dalam perlakuan ini biji padi  masih mampu melakukan proses perkecambahan. Jika dibandingkan dengan perlakuan -0,6; -1,2 dan -1,8 masih menunjukkan perkecambahan yang baik.Artinya apabila cekaman air semakin besar biji semakin sulit untuk berkecambah karena salah satu faktor perkecambahn adalah adanya air yang berfungsi sebagai pelarut,penggiat enzim-enzim,melunakkan kulit biji serta ikut reaksi yang terjadi didalam biji. Hasil pada praktikum ini telah sesuai dengan teori yaitu pada cekaman air yang setara dengan 0 Mpa biji masih dapat berkecambah dengan baik.


Adapun pada data indeks vigor, perkecambahan pada berbagai perlakuan paling tinggi terjadi pada hari kedua. Ada beberapa alasan, di antaranya bahwa pada saat tersebut, air masih cukup tersedia di dalam media, karena penahanan air oleh PEG belum begitu kuat. Adapun yang pada hari sebelumnya, biji masih berada dalam tahap adaptasi atau imbibisi, sehingga perkecambahan pun belum berjalan maksimal, sedangkan pada hari keempat dan seterusnya, PEG bekerja normal dengan menahan air, sehingga biji pun sulit untuk berkecambah. Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa cekaman air sangat berpengaruh terhadap gaya berkecambah dan indeks vigor biji yang dikecambahkan.

KESIMPULAN
Gaya berkecambah yang diperoleh dari percobaan yang dilakukan perlakuan PEG 0 diperoleh 85% tumbuh, PEG -0,6;  -1,2;  -1,8 Gaya berkecambah diperoleh 0%. Kecepatan berkecambah paling cepat adalah pada hari ke 2 dimana diperoleh indeks vigor sebesar 3,83.
Faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji diantaranya :  Air, Oksigen, Suhu, Cahaya dan Kelembaban
Cekaman air berpengaruh pada proses penyerapan air oleh tanaman. Dalam percobaan ini cekaman air berpengaruh pada gaya berkecambah dan indeks vigor
















DAFTAR PUSTAKA

Ai, Nio Song, Sri M.T. and Regina. 2010. Evaluation on indicator of water deficit tolerance in Rice (Oryza sativa) at the germination phase. Jurnal Biologi. XIV (1): 50-54.

Effendi, Suryatna, dan N. Sulistiyati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. Yasa Guna, Jakarta.

Gardner, V. R. 1949. Basic of Horticulture. Mac Millan Comp, New York.

Irwanto. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan Benih. . Diakses tanggal 25 Maret 2013.

Meutia, Siti Anisa, A. Anwar dan Irfan S. 2010. Uji toleransi beberapa genotipe Padi Lokal (Oryza sativa) Sumatera Barat terhadap cekaman kekeringan. Jerami Volume 3 No. 2: 1-4.

Soemartono, S. Somad. dan R. Harjono. 1981. Bercocok Tanam Padi. Yasa Guna, Jakarta.
















































































































LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI


Disusun Oleh :
Dedy Kristiawan ( 12878 )
Rizky Fajar Aji P. ( 12880 )
Whisnu Agung ( 12915 )
Andi Johan ( 12922 )
Irna Surya Bidara ( 12937 )
Cinari H Sinamo   ( 13048 )

GOL/KEL : A4/6
Asisten : Adwitya Handriawan
  Galuh Asrinda Titi M.
  Septin Kristiani

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI

TUJUAN
Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji berkulit keras.
TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi dapat dikatakan sebagai suatu fase dimana kulit biji dalam kondisi keras, sehingga menghalangi penyerapan. Dormansi dapat pula digambarkan sebagai suatu peristiwa benih yang sedang dalam keadaan istirahat atau tidak berkecambah akibat lingkungan sekitar yang tidak mendukung perkecambahan. Tumbuhan dapat memasuki keadaan tetap hidup meskipun tidak tumbuh dalam jangka waktu yang lama, dan akan mulai tumbuh aktif apabila kondisinya sudah sesuai (Anonim,2011).
Kekerasan biji merupakan hambatan fisik terhadap perkembangan embrio, sehingga menyebabkan embrio kurang mampu menyerap air dan oksigen serta  karbondioksida tidak dapat keluar dengan baik akibat proses inspirasi tidak sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek dormansi dapat dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dala zat kimia seperti asam sulfat (H2SO4). Setelah kulit biji retak, biji menjadi permeabel terhadap air dan udara disekelilingnya, sehingga memudahkan masuknya air yang sangat dibutuhkan biji untuk berkecambah (Kuswanto, 1996).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang lebih muda kualitasnya akan jelek, karena akan menjadi tipis, ringan, dan keriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya yang rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Hortmann and Dale, 1972).
Dormansi biji dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu dormansi exogenous dan endogenus. Penyebab dormansi exogenous adalah meliputi beberapa macam yaitu adanya zat penghambat, kulit biji yang keras, embrio yang dorman, embrio yang rudimenter dan kulit biji yang impermeable. Dormansi indogenus dibedakan menjadi 2 macam yaitu indogenus dormansi morfologis dan fisiologis (Pearson, 1967).
Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan tempat yang tepat yaitu mekanisme pertambahan hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Dormansi dapat didefinisikan sebagai status dimana benih tidak berkecambah walaupun kondisi lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder (Ilyas, 2007).
Sebagian besar  biji tanaman akan  berkecambah ketika berada pada kondisi lingkungan yang  menguntungkan seperti udara, kelembaban dan suhu yang sesuai dll. Namun, ada banyak biji  yang tidak berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Perkecambahan benih tersebut mungkin tertunda selama berhari-hari, berminggu-minggu, bulan atau bahkan bertahun-tahun karena beberapa bahan kimia inhibitor, impermeabilitas, pematangan setelah mantel, panen benih tebal dan belum menghasilkan perkembangan embrio (Qadir et al., 2012).
Proses metabolisme yang baik akan menghasilkan perkecambahan yang baik karena benih yang berkecambah dapat memanfaatkan cadangan makanan dalam benih dengan baik. Dengan adanya air, oksigen akan masuk ke dalam benih dan mengurai cadangan makanan yang digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan kecambah normal dalam waktu yang cepat dan serentak. Hal ini ditunjukkan dari hasil benih saga manis yang diskarifikasi
mengalami perkecambahan yang meningkat. Peningkatan perkecambahan dapat dilihat pada variable perkecambahan yang diamati yaitu daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, dan bobot kering kecambah normal. untuk benih saga dengan perlakuan dikikir kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam, dapat menghasilkan nilai daya berkecambah cukup tinggi yaitu sebesar 77,33% (Juhanda dkk.,  2013).












METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara V yang berjudul Pemecahan Dormansi dan Zat penghambat Perkecambahan Biji dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Maret 2013 pukul 13.00-16.00 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah biji saga (Abrus precatorius), H2SO4 pekat, kertas filter, dan aquades. Selain bahan-bahan diatas, ada pula alat-alat yang dipergunakan antara lain amplas, gelas beker, petridish, dan pengaduk.
Pada praktikum ini dilakukan dua perlakuan pada biji berkulit keras. Yaitu perlakuan khemis dan mekanis. Yang pertama, perlakuan khemis yaitu langkah awal diambil dan dicuci biji saga (Abrus precatorius ), dan direndam dalam larutan H2SO4 pekat selama 3,6, dan 9 menit.  Kemudian diambil dan dicuci biji saga (Abrus precatorius) tersebut dengan air bersih. Setelah dicuci, biji tersebut dikecambahkan pada petridish yang telah diberi alas kertas filter yang telah dibahasi. Diamati dan dihitung setiap hari dan dilakukan selama 14 hari dan dibuang biji yang berjamur atau yang sudah berkecambah. Lalu dihitung gaya berkecambah dan indeks vigornya.  Dan terakhir dibuat grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hasil pengamatan. Sedangkan pada perlakuan mekanis, langkah awal adalah diambil biji saga ( Abrus precatorius ) dan diamplas bagian tepinya. Biji yang telah di amplas kemudian dikecambahkan dalam petridish yang telah diberi alas kertas filter basah. Kemudian, diamati dan dihitung biji yang berkecambah setiap harinya selama 14 hari, yang sudah berkecambah dan berjamur dapat dibuang. Dan lalu dihitung gaya berkecambah dan indeks vigornya. Langkah terakhir dibuat grafik gaya berkecambah dan indeks vigornya pada berbagai hasil pengamatan.

Rumus Gaya Berkecambah

GB = (Jumlah biji berkecambah sampai hari ke-n)/(Total biji yang di kecambahkan) x 100%
 
                Rumus Indeks Vigor
  IV = ∑ (Jumlah biji berkecambah hari ke-n)/(Hari ke-n)


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Perlakuan GB
Khem 3mnt 8%
Khem 6mnt 5%
Khem 9mnt 2,00%
Amplas 33,30%
Kontrol 5,00%

Tabel 1. Gaya berkecambah abrus precatorius
Hari Kontrol Khemis Mekanis amplas
Kontrol 3 menit 6 menit 9 menit Mekanis
1 0 0,16666667 0 0 0
2 0 0 0 0 0,125
3 0 0 0 0 0,083333333
4 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0,266666667
6 0,02666667 0 0 0 0,595
7 0 0,02333333 0 0 0
8 0 0,0625 0 0 0
9 0,01666667 0,01833333 0,037 0 0
10 0,01666667 0 0,0185 0,0185 0
11 0,015 0,015 0,015 0 0
12 0,01333333 0,01383333 0,01333 0,0138333 0
13 0 0 0,01267 0 0
14 0 0,02333333 0,01183 0,1166667 0

Tabel 2. Indeks vigor abrus precatorius

Pembahsan
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Beberapa penyebab dormansi biji antara lain,  adanya zat penghambat, kulit biji yang keras, embrio yang dorman, embrio yang rudimentair,  kulit biji yang impermeabel.
Adapun cara-cara untuk mengatasi keadaan dormansi biji yang di sebabkan beberapa faktor diatas adalah:
Adanya zat penghambat
Pengaruh zat penghambat dapat dihilangkan dengan cara:
Mencuci atau merendam biji dalam air
Memperlakukan biji dengan bermacam-macam suhu pada interval yang agak luas (12◦-30◦ C), perlakuan dengan suhu 30◦C lebih pendek daripada suhu 12◦C
Pemberian kemikalia, misalnya H2SO4
Hilang sendiri akibat penebaran didalam tanah dan juga penetralan oleh zat-zat kimia yang ada di dalam tanah.
Kulit biji yang sangat keras
Adanya kulit biji yang sangat keras menyebabkan kulit bersifat impermeabel terhadap air dan gas-gas yang sangat diperlukan untuk perkecambahan. Keadaan demikian dapat diatasi dengan:
Perlakuan secara mekanis (skarifikasi) misalnya dengan pengupasan, pemecahan, pengikiran, pemotongan sebagian kulit.
Perlakuan secara khemis misalnya dengan alkohol, asm sulfat, kalium nitrat, dan sebagainya.
Perlakuan fisis misalnya dengan perebusan maupun perlakuan dengan suhu tertentu.
Embrio yang dorman
Keaadaan ini dapat diatasi dengan memperlakukan biji tersebut pada suhu yang berbeda-beda (stratifikasi), dapat diperlakuan dengan suhu rendah atau tinggi. Dengan perlakuan ini dalam biji akan terjadi proses after ripening.

Embrio yang rudimentair
Untuk mengatasi biji yang rudimentair dapat dilakukan dengan cara penambahan larutan dextrose 5% pada media perkecambahan dapat memacu perkembangan embrio.
Berikut ini adalah hasil dari pembahasan histogram dan grafik, gaya berkecambah dan



indeks vigor dari biji saga Abrus precatorius,


Gambar 1. Histogram gaya berkecambah abrus precatorius perlakuan khemis.
Pada percobaan ini dilakukan dua perlakuan yaitu perendaman dengan H2SO4 dan pengamplasan. Larutan H2SO4 dapat mempengaruhi gaya berkecambah suatu biji. Hal ini karena larutan H2SO4 bersifat korosif (dapat merusak besi) sehingga apabila biji saga yang memiliki kulit biji yang sangat keras dan tebal direndam dalam H2SO4 maka kulit bijinya dapat mengalami kerusakan sehingga jika biji tersebut diberi unsur hara yang cukup maka biji tersebut dapat berkecambah dengan baik.
Dengan cara perlakuan secara mekanis yaitu dengan cara pengamplasan bertujuan untuk mengurangi kekerasan biji. kulit biji saga yang keras maka diharapkan ketebalan kulit biji berkurang sehingga akan lebih mudah untuk menerima dan menyerap unsur-unsur yang diperlukan untuk berlangsungnya proses perkecambahan dan embrio akan dapat keluar dengan mudah untuk melakukan pertumbuhan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya dengan cara pengamplasan ini maka biji saga dapat cepat berkecambah dengan baik.
Berdasarkan histogram di atas maka gaya berkecambah yang paling baik adalah biji saga yang mendapat perlakuan pengamplasan, hal ini terjadi karena biji buah saga menjadi terbuka. Pada perlakuan dengan perendaman H2SO4 selama 3 menit memiliki gaya berkecambah paling tinggi karena merupakan waktu yang optimum. Sementara pada perendaman 9 menit dan 6 menit memiliki gaya bekecambah lebih rendah karena embrio didalam biji sudah banyak yang rusak. Ini terjadi karena terlalu lama proses pelunakan oleh H2SO4. Terlihat semakin lama proses perendaman gaya berkecambah semakin menurun.
Sementara pada kontrol yang tidak mendapat perlakuan apa-apa juga mengalami perkecambahan. Seharusnya pada perlakuan ini biji saga ini menurut teori tidak mengalami perkecambahan, namun pada percobaan ini terjadi perkecambahan yang mungkin bisa disebabkan karena biji mengalami kerusakan, berupa biji pecah atau terbuka sehingga terjadi proses perkecambahan.
Perlakuan mekanis memiliki kelebihan daripada cara kimia, karena hasil dari perlakuan bisa langsung terlihat. Sementara pada perlakuan khemis hasil dari perlakuan masih belum pasti. Akan tetapi perlakuan mekanis kurang efektif dan effisia dalam waktu dan tenaga terutama jika dilakukan perkecambahan besar-besaran.
Berikut ini adalah grafik Indeks Vigor (IV) dari biji saga Abrus precatorius,
Gambar 3. Grafik indeks vigor abrus precatorius perlakuan khemis.
Dari grafik yang telah dibuat dapat dilihat indeks vigor  paling serempak pada perlakuan kontrol terjadi pada hari ke-6. Pada perlakuan perendaman larutan H2SO4 selama 3 menit indeks vigor paling serempak pada hari ke-1, sementara pada perendaman 6 menit dan 9 menit indeks vigor paling serempak masing-masing pada hari ke-11 dan ke-14. Sementara itu pada perlakuan mekanis indeks vigor terseramapk terjadi pada hari ke-6.

V. KESIMPULAN
Penyebab dormansi biji yaitu adanya zat penghambat, kulit biji yang keras, embrio yang dorman, embrio yang rudimentair dan kulit biji yang impermeabel.
Perlakuan khemis pada biji berkulit keras dalam perendaman H2SO4 dapat mempercepat perkecambahan dengan melunakkan kulit biji. Sedangkan perlakuan khemis pada biji berkulit keras dengan pengamplasan mempercepat perkecambahan biji.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Dormansi itu Dormansi. . Diakses tanggal 25 maret 2013.

Hortman, H.T. and Dale, E.K. 1975. Plants Propagation Principles and Practices. Prentices-Hall.Inc, New jersey.

Ilyas, S. 2007. Dormansi Benih : Kasus Pada padi dan Kacang Tanah. . Diakses tanggal 23 Maret 2013.

Juhanda, Y. Nurmiaty, dan Ernawati. 2013. Pengaruh skarifikasi pada pola imbibisi dan perkecambahan benih saga manis (Abruss precatorius l.). Jurnal Agrotek Tropika 1 : 45-49.

Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi, dan Starifikasi Benih. ANDI, Yogyakarta.

Pearson, L. 1967. Principle of Agronomi. Reinhold Publising Coorporation, New York.

Qadir, M., F. Khan, and S. S. Khan. 2012. Effect of pre-treatment on the germination of Abrus precatorius Linn. by soaking in water. Indian Journal of applied and Pure biology 27  : 105-108.





















































































































































MAKALAH DASAR-DASAR AGRONOMI
TUGAS MANDIRI
BUDIDAYA TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus)



Disusun Oleh :
Dedy Kristiawan ( 12878 )
Rizky Fajar Aji P. ( 12880 )
Whisnu Agung ( 12915 )
Andi Johan ( 12922 )
Irna Surya Bidara ( 12937 )
Cinari H Sinamo   ( 13048 )

GOL/KEL : A4/6
Asisten : Adwitya Handriawan
  Galuh Asrinda Titi M.
  Septin Kristiani

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

BUDIDAYA TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus)

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis sehingga berbagai macam tanaman dapat tu,buh dan berkembang di negara indonesia. Babyak tanaman buah, sayur, dan tanaman konsumsi lain yang tumbuh di indonesia. Selain itu Indonesia juga sebagai negara dimana penghasil hasil bumi yang besar, namun dengan kurangnya  tegnologi yang memadai hasil bumi tersebut banyak yang tidak bisa di ekspor ke luar negeri.
Salah satu nama komoditas dari Indonesia yang sekarang bisa di ekspor adalah buah. Di Indonesia banyak sekali tanaman buah yag tumbuh. Di daerah dataran tinggi maupun daerah datara rendah, tanaman semusim maupun tanaman semusim banyak sekali tumbuh di negara kita. Salah satu buah tahunan tersebut adalah buah naga atau yang sering disebut “ Dragon Fruit ” yang mana buah ini mempunyai nilai jual yang sangat tinggi karena banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang buah naga dan bagaimana cara membudidayakannya serta belum mengetahui manfaat dari buah naga itu sendiri.
Buah Naga saat ini merupakan salah satu komoditas yang sedang naik daun. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya kandungan yang bermanfaat serta ketahanan buahnya yang tergolong cukup kuat meskipun mengandung banyak air. Bentuk buah yang unik dan kulit berwarna cerah lengkap dengan sisik berukuran besar menjadi sebab buah ini dinamai dengan sebutan Buah Naga. Buah Naga (Hylocereus undatus) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Namun Buah Naga belum banyak diketahui sehingga belum banyak pelaku Usaha pertanian yang mengelola tanaman ini. Oleh karena itu pengenalan akan tanaman ini sangat diperlukan mengingat prospek usaha buah naga ini kedepannya akan sangat baik.

Tujuan
Mahasiswa dapat mengidentifikasi tanaman budidaya buah naga (Hylocereus undatus) .
Mahasiswa dapat mengetahui teknis budidaya suatu tanaman yang dibudidayakan khususnya tanaman buah naga (Hylocereus undatus).




BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Buah Naga
Klasifikasi Buah Naga (Warsino dan Dahana, 2010) :
Divisi               : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi          :  Agiospermae (berbiji tertutup)
Kelas                : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo                : Cactales
Famili              : Cactaceae
Subfamily        : Hylocereanea
Genus              : Hylocereus
Species            : - Hylocereus undatus (daging putih)
  - Hylocereus polyrhizus ( daging merah)
  - Hylocereus costaricensis (daging merah super)
  - Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik)

Morfologi Buah Naga
Tanaman buah naga merupakan jenis tanaman memanjat. Di habitat aslinya tanaman ini memanjat tanaman lainnya untuk menopang dan bersifat epifit, masih bisa hidup meskipun akarnya yang ditanah dicabut karena masih bisa memperoleh makanan dari udara melalui akar yang tumbuh dibatangnya. Buah naga bersifat inang. Secara morfologi tanaman ini termasuk tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Tanaman buah naga memiliki akar, batang dan cabang, bunga , buah dan biji (Kristanto, 2008)

Akar
Akar buah naga hanyalah akar serabut yang berkembang dalam tanah pada batang atas sebagai akar gantung. Akar tumbuh di sepanjang batang pada bagian punggung sirip di sudut batang. Perakaran buah naga bersifat epifit, merambat dan menempel pada tanaman lain. Dalam pembudidayaannya, dibuat tiang penopang untuk merambatkan batang tanaman buah naga ini. Perakaran buah naga tahan terhadap kekeringan tetapi tidak tahan dalam genangan air terlalu lama. Meskipun akar dicabut dari tanah, masih bisa hidup dengan menyerap makanan dan air dari akar udara yang tumbuh pada batangnya.Perakaran buah naga bias dikatakan dangkal, saat menjelang produksi hanya mencapai kedalaman 50-60 cm, mengikuti perpanjangan batang berwarna coklat yang didalam tanah. Hal inilah yang biasa digunakan sebagai tolak ukur dalam pemupukan.Supaya pertumbuhan akar bisa normal dan baik memerlukan derajat keasaman tanah pada kondisi ideal yaitu pH 7. Apabila pH tanah dibawah 5, pertumbuhan tanaman akan menjadi lambat dan menjadi kerdil. Dalam pembudidayaannya pH tanah harus diketahui sebelum maupun sesudah tanaman ditanam, karena perakaran merupakan faktor penting untuk menyerap hara yang ada didalam tanah.
Batang dan Cabang
Batang buah naga berwarna hijau kebiru-biruan atau keunguan. Batang tersebut berbentuk siku atau segitiga dan mengandung air dalam bentuk lender dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Dari batang ini tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang dan berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi dan mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Pada batang dan cabang tanaman ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek. Letak duri pada tepi siku-siku batang maupun cabang dan terdiri 4-5 buah duri disetiap titik tumbuh.                                                          
Bunga
Bunga buah naga berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30 cm dan akan mulai mekar di sore hari dan akan mekar sempurna pada malam hari. Setelah mekar warna mahkota bunga bagian dalam putih bersih dan didalamnya terdapat benangsari berwarna kuning dan akan mengeluarkan bau yang harum.

Buah
Buah berbentuk bulat panjang dan biasanya terletak mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang bisa tumbuh lebih dari satu dan terkadang berdekatan. Kulit buah tebal sekitar 1-2 cm dan pada permukaan kulit buah terdapat sirip atau jumbai berukuran sekitar 2 cm.

Biji
Biji berbentuk bulat berukuran kecil dan tipis tetapi sangat keras. Biji dapat digunakan perbanyakan tanaman secara generatif, tetapi cara ini jarang dilakukan karena memerlukan waktu yang lama sampai berproduksi. Biasanya biji digunakan para peneliti untuk memunculkan varietas baru. Setiap buah mengandung lebih 1000 biji.

Budidaya Buah Naga
Kebun milik Pak Purnama Jaya terletak di Jalan Kaliurang Km. 10,9 Gadingan, Sinduharjo, Nanglik, Sleman. Beliau membudidayakan kebun buah naganya ini dengan menerapkan sistem pertanian terpadu. Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Pola ini digunakan dengan tujuan efisiensi produktivitas sehingga biaya yang digunakan dapat ditekan. Pak Purnama juga menggunakan konsep pertanian organik karena dalam usahannya, beliau hanya menggunakan pupuk dari limbah peternakannya
Kebun seluas 2 Hektar ini ditanami 2000 tiang dengan  1 tiang ditanami 4 tanaman buah naga sehingga jumlah total tanaman buah naga sebanyak 8000 tanaman. Selain tanaman buah  naga, di kebun ini Pak Purnama juga berternak kambing berjumlah 120 ekor, kelinci 35 pasang, ayam dan ikan. Pak Purnama mengelola kebunnya dengan sistem pertanian terpadu. Tanaman buah naga merupakan tanaman yang mudah dalam pembudidayaannya. Tanaman buah naga dapat tumbuh dengan optimal jika berada pada tempat yang cukup air sehingga tidak boleh berada di tempat yang terlalu becek atau terlalu kering. Jika tanaman tumbuh di tempat yang becek tanaman buah naga dapat busuk, sedangkan jika di tempat yang kering tanaman buah naga tidak dapat tumbuh dengan normal. Menurut pak manto salah satu pegawai pak purnama, tanaman ini tidak memerlukan cara meliharaan yang khusus. Tanaman ini apabila dikembangkan secara vegetatif maka akan memperpendek masa muda sehingga dapat berbuah lebih cepat. Apabila menggunakan biji atau cara generatif, perkembangan tanaman buah naga akan lebih lama.
Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis dan dapat beradaptasi dengan berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari dan curah hujan. Tanaman ini sebaiknya ditanam dilahan tanpa naungan dan sirkulasi udara juga baik. Tanaman ini lebih baik pertumbuhannya bila ditanam didataran rendah antara 0-350 m dpl. Suhu udara yang ideal antara 26-36 derajat Celcius dan kelembaban 70-90 %. Tanah memiliki aerasi yang baik dengan derajat keasaman (pH) 6,5 – 7. Tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada kondisi penyinaran oleh matahari secara penuh (tanpa naungan).
Faktor-faktor yang paling di perlukan tanaman buah naga agar dapat tumbuh dengan optimal yaitu panas, pupuk, air. Ketiga faktor tersebut harus seimbang agar tanaman buah naga dapat tumuh dan berbuah secara optimal.

Tanaman buah naga merupakan tanaman yang mudah dalam pembudidayaannya. Teknik budidaya tanaman buah naga dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut :
Penyiapan Lahan
Persyaratan tanam buah naga tidak berpengaruh terhadap kualitas tanah, Jenis apa saja dapat di lakukan penanaman. Lahan yang baik bagi tanaman buah naga membutuhkan penyinaran penuh. Daerah tropis cocok untuk Tanaman ini. Tanaman buah naga juga bergantung pada ketinggian tempat karena akan mempengaruhi masaknya buah atau waktu panen. Jika ketinggian tempat tidak sesuai tanaman buah naga dapat terus hidup namun tidak akan berbuah . Tanaman buah naga akan tumbuh optimal di tempat yang panas.
Bahan Tanam
Buah naga dibiakkan melalui penyemaian biji atau stek batang. Penanaman melalui stek batang lebih baik karena bahan tanaman mudah diperoleh dan dapat tumbuh dengan cepat. Bahan tanam tersebut dikeringkan di tempat yang sesuai dan ditanam dalam polibag. Bahan stek dapat langsung ditanam di ladang dengan diberi tiang panjatan. Bahan stek yang telah ditanam akan tumbuh menjalar ke atas mengikuti tiang panjatan. Sebaiknya bahan yang telah ditanam, diikat pada tiang supaya tidak mudah terkulai dan patah. Apabila stek batang buah naga sudah membesar dan memenuhi tiang panjatan, sebaiknya dijarangkan supaya tidak tumpang tindih. Sulur air (stem) yang memanjang dijaga supaya tidak mudah patah. Tanaman buah naga lebih mudah dikembangkan dengan cara vegetatif daripada cara generatif. Perbanyakan vegetatif yang dilakukan oleh bapak purnama adalah  dengan cara stek.
Tanaman buah naga memiliki beberapa varietas, di kebun ini ada tiga varietas yang dibudidayakan yaitu buah naga merah, buah naga putih dan buah naga kuning. Buah naga dapat dibedakan dari panjang durinya. Buah naga merah memiliki panjang duri yang pendek dan batangnya berwarna hijau tua, sedangkan buah naga putih durinnya lebih panjang
Batang yang baik digunakan untuk stek berasal dari sulur yang masih muda berusia 2 tahun dan minimal memiliki panjang 30cm
Penanaman
Penanaman sebaiknya di gunakan parit untuk saluran drainase di areal kebun.Dan gunakan ajir/tiang penyangga tanaman kaktus berukuran 10cm x 10cm x 150cm.Tiang penyangga ini biasa terbuat dari kayu atau beton yang di tancapkan ke tanah sedalam 50cm dengan jarak tanam 2,5 x 3cm.Jarak tanam bibit yang baik adalah 2,5 x 2 meter dan tiap tian g penyangga di tanami 4 bibit tanaman,Jadi untuk 1Ha membutuhkan 2000 tiang penyangga dan 8000 bibit tanaman buah naga. Di kebun buah naga milik pak purnama tidak menggunakan tiang dari beton untuk menopang tanaman buah naga tetapi menggunakan tanaman hidup yaitu  teresede. Hal ini dikarenakan menggunakan teresede lebih efisien karena hasil pemangkasan dapat digunakan sebagai pakan ternak dan lebih murah meskipun ada biaya untuk perawatan . Sedangkan jika menggunakan tiang cor biaya awalnya mahal tetapi tidak ada biaya untuk perawatan. Pemangkasan tanaman teresede dan rumput liar biasannya dilakukan dengan melihat kebutuhan ternak. Di kebun Pak Purnama memperkerjakan 5 orang tenaga kerja untuk merawat kebunnya baik tanaman maupun ternaknya.
Pemeliharaan
            Ada beberapa teknik pemeliharaan Buah Naga diantaranya :
Penyulaman
Pengairan
Tanaman ini secara umum tidak memerlukan air yang banyak. Hal ini karena tanaman ini termasuk jenis kaktus padang pasir yang dapat menyimpan air. Penyiraman hanya dilakukan secukupnya pada musim panas. Pipa jenis PVC dipasang untuk memudahkapn penyiraman yang dilakukan pada musim panas. Secara umum, tanaman disiram seminggu sekali, tetapi saat musim hujan, tidak perlu dilakukan penyiraman.
Tanaman buah naga membutuhkan pengairan yang rutin. Walaupun tanaman buah naga membutuhkan tanah pada kondisi yang kering, tetapi untuk memenuhi masa pertumbuhannya tetap diperlukan air untuk membantu reaksi fisiologis dari tanaman buah naga. Air sangat dibutuhkan tanaman untuk membantu menyalurkan unsur hara yang diserap tanaman dari dalam tanah. Pengairan dilakukan mulai hari ke-10 sesudah penanaman atau sesuai kondisi lahan, apabila terlalu kering tanah harus segera disiram. Penyiraman tidak perlu terlalu banyak atau jangan sampai terendam karena dapat mengakibatkan busuk batang. Frekuensi penyiraman berbeda antara tahap vegetatif dan generatif. Pada tahap vegetatif, penyiraman dilakukan seminggu sekali hingga umur enam bulan. Bila kondisi tanahnya kering atau musim kemarau, frekuensi penyiraman bisa dilakukan 5-7 hari sekali.
Pemupukan
Pemberian pupuk dapat dilakukan 7 hari sekali dan makin sering dilakukan apabila tanaman sudah besar. Sulur air (stem) yang keluar dibuang supaya batang utama dapat membesar dengan baik. Pemupukan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman perlu dilakukan untuk menjamin pertumbuhan tanaman dan buah yang berkualitas dan berkelanjutan.
Tanaman buah naga merupakan jenis tanaman kaktus yang sangat banyak membutuhkan hara untuk hidupnya, karena itu pemupukan pada buah naga adalah salah satu kegiatan pokok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman buah naga serta kualitas dan produktivitas buah naga Pemberian pupuk harus seimbang dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Untuk menghasilkan buah naga yang baik diperlukan unsur hara yang seimbang. Unsur hara ini diperoleh dan disediakan oleh media tumbuhnya berupa tanah. Namun sayangnya ketersediaan unsur hara didalam tanah tidak selamanya sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Oleh karena itu, untuk memenuhi ketersediaan unsur hara dibutuhkan penambahan pupuk.
Jenis pupuk yang diberikan tergantung pada fase pertumbuhan tanaman buah naga tersebut. Bahkan jumlah dan cara pemberiannya berbeda-beda sesuai pertimbangan ekonomis maupun perlakuan terhadap tanaman buah naga. Setiap petani memiliki cara masing-masing dalam melakukan pemupukan pada buah naga disesuaikan dengan kondisi lahan maupun tenaga yang ada. Pemberiannya dilakukan secara bertahap sesuai umur tanaman. Namun pemberian pupuk dapat dilakukan karena tanaman menunjukkan gejala-gejala kekurangan unsur hara tertentu. Untuk artikel gejala kekurangan unsur hara dan penanggulangannya bisa dibaca pada artikel mengenai Permasalahan dan penanggulangannya pada budi daya buah naga. Tanaman buah naga memerlukan banyak pupuk agar tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik. Pemupukan normalnya dilakukan setiap 2 bulan sekali tetapi di kebun ini pemupukan dilakukan setiap 1 bulan sekali. Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk kimia maupun pupuk organik. Namun di kebun hanya menggunakan pupuk organik dari limbah ternak.
Pemangkasan
Pemangkasan ialah kegiatan pemeliharaan yang penting. Dahan yang telah cukup panjang dan dahan yang telah menghasilkan buah perlu dipangkas dan dahan yang tua dan berwarna hijau juga perlu dipangkas dapat dijadikan untuk bahan tanaman. Panjang stek dan ukuran batang akan mempengaruhi masa pembungaan pada penanaman yang akan datang
Pengendalian Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT)
Setiap tanaman atau tumbuhan mempunyai organisme pengganggu atau hama. Hama yang biasa menyerang tanaman buah naga ini ialah burung, tupai, tikus dan kelelawar. Hewan ini akan memakan buah yang sudah masak. Oleh karena itu pengendalian dilakukan supaya buah yang dihasilkan tidak rusak atau busuk dan dapat dipasarkan. Hama lain yang menyerang adalah kumbang Xylopetrus. Lalat buah dapat dikendalikan dengan menggunakan kertas atau jaring pembungkus
Pengendalian gulma
Pembersihan rumput pengganggu atau gulma akan dilakukan dengan mengunakan tangan atau secara mekanik
Penangan Panen
Panen tanaman akan berbunga pada umur 1,5-2 tahun dan dapat di panen saat mencapai umur 30 hari setelah bunga mekar.Tanaman buah naga akan berbuah terus menerus hingga + 10 tahun .Tanaman buah naga akan berbunga setelah satu tahun penanaman. Tanaman buah naga mekar bunga pada malam hari, dan biasanya hanya satu hari terakhir dimana penyerbukan merupakan hal yang penting untuk pembentukan buah. Pada saat produksi banyak, tanaman dapat berbuah 4-6 kali dalam satu tahun. Pada kebun milik pak manto waktu panen tanaman buah naga yaitu dari bulan November hingga April tetapi panen buah naga yang paling banyak terdapat di bulan Desember hingga Febuari.
Penanganan Pasca Panen
Prospek Pemasaran
a. Kegunaan buah naga
Buah naga memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan. Buah ini dapat menyembuhkan penglihatan mata karena kandungan karotenoidnya yang tinggi. Fitokimia di dalam buahnya juga diketahui dapat merendahkan resiko kanker. Anthocyanin membebaskan radikal dan melambatkan proses penuaan. Kandungan vitamin C dapat menyebabkan kulit kelihatan lebih cerah. Selain itu dapat menurunkan berat badan karena buah naga kaya dengan serat yang mudah larut. Buah naga juga dapat menyembuhkan penyakit diabetes (kencing manis), memperlancar proses buang air besar, menurunkan kadar gula darah dan mengurangi kolesterol.
Buah naga paling lezat dikonsumsi dengan memotong/membelah buah menjadi dua bagian dan menyendok dagingnya. Rasa buah ini sangat segar dan manis. Buah naga lebih lezat disajikan dalam keadaan dingin dan dapat dibuat jus buah dan salad buah atau selai. Buah naga juga dapat ditambahkan ke dalam minuman alkohol untuk membuat minuman menjadi lebih lezat (Crystal, 2007).
b. Nilai ekonomis
Pengembangan agribisnis buah naga (Dragon Fruit) mulai dirintis dan dikembangkan di daerah Malang, Jawa Timur dan Delanggu, Jawa Tengah. Kulonprogo, DI Yogyakarta. Dari Jenisnya buah naga ada empat macam, pertama buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga kulit kuning daging putih (Selenicerius megalanthus) (Purba Frans H.K, 2005). Menurut Anonim (2007) buah naga warna kuning mempunyai nilai jual paling tinggi di Supermarket mencapai hingga harga Rp 50.000/kg nya sedang yang warna merah mencapai harga Rp 45.000,00 dan warna putih mencapai Rp 30.000,00.
Konsep pemasaran yang digunakan Pak Purnama untuk memasarkan produk buah naganya adalah konsep agrowisata. Pak Purnama tidak menjual hasil kebunnya ke pasar atau supermarket tetapi hanya menjual di dalam kebunnya saja. Cara yang digunakan adalah dengan mendatangkan konsumen melalui biro wisata. Dengan demikian Pak Purwo tidak mengeluarkan biaya dan mendapat keuntungan dari kunjungan tersebut karena setiap pengunjung di haruskan membayar untuk masuk kebun. Biaya yang didapat juga di bagi 20% untuk biro perjalanan, sedangkan jika produk dari kebun terjual maka pak Purwo memberikan 25% untuk biro sebagai biaya promosi. Selain buah segar, produk yang di hasilkan antara lain sirup, selai, bakpia dan  bibit buah naga. Bahan yang digunakan untuk membuat sirup, selai dan bakpia memanfaatkan buah naga yang tidak layak jual seperti ukurannya yang kecil dan kulit yang tidak bagus.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari hasil kunjungan kebun yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
Tanaman buah naga merupakan tanaman memanjat dan bersifat epifit, memiliki morfologi yang tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Buah naga memiliki akar berupa akar serabut, batang, bunga, buah dan biji.
Budidaya tanaman buah naga dilakukan dengan perbanyakan vegetatif dengan stek batang. Batang yang baik digunakan sebagai bibit berasal dari sulur muda berusia 2 tahun dan panjang minimal 30 cm. Faktor yang mempengaruhi tanaman buah naga adalah panas, pupuk dan air.
Budidaya dengan menerapkan konsep Pertanian terpadu sangat perlu diterapkan dalam pertanian sekarang ini. Karena lebih efisien, efektif dan produktifitasnya tinggi.

Saran
Untuk mengembangkan usaha milik Pak Purnama dapat dilakukan dengan lebih memanfaatkan lahan kosong yang masih ada untuk budidaya tanaman buah naga, lebih mengembangkan pemasaran dengan memperluas  promosi kebun yang tidak terbatas pada biro wisata.















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Mengenal Buah Naga. . Diakses pada tanggal 29 maret 2013.

Warsino dan Kres Dahana. 2010. Buku Pintar Menanam Buah Naga. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kristanto, Daniel. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya. Jakarta

























LAMPIRAN