“Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada, harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.” (sumber : Ayahku Maroeto Nitimihardjo, Mengungkap Rahasia Gerakan Kemerdekaan oleh Hadidjojo.)
Soekarni menyebut di dalam pertemuan di rumah Maeda, teks Proklamasi yang dibuat pemuda tidak disetujui karena isinya terlalu keras. Bunyinya adalah seperti di atas. Tentang teks proklamasi versi pemuda ditulis juga di dalam buku Adam Malik, namun tidak dijelaskan siapa yang membuatnya. Barangkali Soekarni bersama teman-teman Jawa timurnya yang ada di Jakarta. Mungkin juga Adam
Malik atau dibuat oleh Husein, wakil pemuda dari Bayah (Husein inilah ternyata Tan Malaka yang asli).
Soekarno dengan memegang kertas putihnya mendapatkan kalimat pertama dari Soebardjo dan Hatta untuk sebuah pernyataan kemerdekaan suatu bangsa. Awalnya diberi judul Maklumat kemudian diganti dengan Proklamasi.
Masalah berikutnya adalah pada kalimat kedua. Kalimat kedua yang asli (versi pemuda) dianggap terlalu keras sehingga perlu diperlunak. Nishijima, seorang staff Maeda, meminta kalimat ini dirubah karena bisa menimbulkan pertumpahan darah yang tak perlu.
Hingga akhirnya diperoleh rumusan Proklamasi seperti berikut :
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Mengapa dituliskan tahun 05? Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.
Yang sangat menggelitik bila Proklamasi versi pemuda saat itu di bacakan kembali saat ini. Kaum pemuda bangkit berdiri dan bergerak untuk kembali dengan tegas menyatakan kemerdekaannya dan merebut badan-badan pemerintahan yang ada dari tangan asing. Dari campur tangan asing. Dari intervensi asing.
Sangat menggetarkan bila kita bisa berkata :
“Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada, harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”
Wajar bung Karno pernah berkata dalam pidatonya di depan Kongres AS : “Kaki kami telah berada di jalan menuju demokrasi,” lalu melanjutkannya dengan, “Tetapi kami tidak ingin menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa kami telah menempuh seluruh jalan menuju demokrasi,” sambungnya.
Ia sangat sadar bahwa meskipun Indonesia selama bertahun-tahun sudah merdeka, tetapi kepentingan dari Neo-Kolonialisme dan Imperialisme masih terus bercokol di Indonesia. Bagi Soekarno ancaman bagi revolusi Indonesia sebenarnya tidak hanya datang dari luar tetapi muncul dari dalam negeri sendiri. Ia pernah mengatakan bahwa, ”salah satu tingkat dari Revolusi Indonesia adalah mengganyang musuh-musuh Revolusi.”
“Go To Hell With Your Aid.! Mungkin harus menjadikan pidato Soekarno ini diulang-ulang di telinga pemimpin dan elit politik saat ini, setidaknya untuk mengasah nyalinya agar sedikit lebih berani. Kehancuran Industri Nasional, dan dominasi kuat modal asing di semua sektor kehidupan ekonomi betul-betul telah menempatkan bangsa Indonesia tidak ubahnya menjadi “Bangsa kuli.”
Mentalitas korup dan keinginan memperkaya diri sendiri ditengah kemelaratan dan kemiskinan massal yang melanda penduduk negeri ini, sudah menjadi budaya pejabat di negeri ini.
Semoga kita bukan kian menikmati dan terbiasa menjadi bangsa kuli di negeri sendiri, apalagi kuli bagi kaum asing di negeri sendiri.
Sebuah renungan bersama dari sebuah tulisan : http://politikana.com/baca/2009/04/23/penanaman-modal-asing memuat hal tragis : Dalam poster sebuah iklan mengenai ‘ Republic of Indonesia ‘ pada tanggal 17 January 1969 di harian New York Times, Amerika Serikat. Dalam iklan itu ditulis murahnya harga buruh sebagai salah satu daya pemikat modal investasi asing. Kemudian ada juga pemanis, mengatakan sebagai salah satu negara di muka bumi yang sangat kaya dengan cadangan alamnya. We’re still not sure exactly how rich, only 5 % our country has been geologically prospected.
Sungguh kado yang indah bagi bangsa yang merayakan kemerdekaannya untuk ke 65 kalinya. Kemerdekaan yang terasa semu. Kemana mencari kemerdekaan untuk beribadah, lepas dari kelaparan, mendapatkan pendidikan seluas-luasnya, kepastian hukum, lepas dari “bom-bom” percobaan pemerintah?
Entahlah, menguap bersama keinginan menipu diri untuk tetap selalu berteriak merdeka. (ataukah Mereka?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar